Bangkalan (ANTARA News) - Sekelompok mahasiswa dari Universitas Trunojoyo (Unijoyo), Bangkalan, Madura, Jawa Timur, menolak pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang akan dibangun di Pulau Madura.

"Kami khawatir pembangunan keberadaan PLTN nantinya berakibat negatif terhadap warga Madura, terutama jika terjadi ledakan seperti di Jepang," kata fungsionaris Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Unijoyo, Fathurrosi, Rabu.

Oleh karena itu, sambung Rosi, pemerintah sebaiknya mengkaji ulang tentang rencana membangun PLTN di Pulau Madura tersebut.

Rosi menjelaskan, rencana pembangunan PLTN sendiri merupakan proyek kerjasana antara badan tenaga atom nasional (BATAN) dengan "Korean Atomic Energy Research Institute" (KAERI).

Lokasi pembangunan PLTN ini menurut rencana, akan ditempatkan di Desa Ketapang atau Sokobana, pantai utara Pulau Madura, Kabupaten Sampang. Kemudian ditargetkan akan beroperasi pada tahun 2015 mendatang.

"Alasannya untuk memenuhi pasokan listrik industri-industri yang akan bermunculan setelah jembatan Suramadu beroperasi. Alasan lain pembangunan PLTN dilakukan karena kebutuhan listrik di Madura mendesak," terang Fathurroasi.

Namun, sambung dia, pemerintah tidak bisa memaksakan kehendak masyarakat untuk setuju terhadap pembangunan PLTN. Tetapi, pemerintah harus melakukan pembahasan secara mendalam dengan masyarakat terkait persoalan tersebut.

Apalagi sumber daya manusia (SDM) yang di Indonesia untuk mengelola nuklir belum cukup memadai. Di Jepang saja, banyak orang tewas akibat kebocoran radiasi nuklir.

"Korban yang langsung terpapar radiasi terkena sindrom akut radiasi (ARS). Mereka meninggal setelah beberapa hari ledakan," ucapnya.

Selain terkena ARS, korban juga ada yang meninggal karena kanker thyroid setelah menghirup udara yang terpapar radioaktif.

"Jepang yang notabene negara secara teknologi dan SDM lebih maju daripada Indonesia, tidak biasa mengatasi dampak radiasi nuklir, apalagi Madura," katanya menambahkan. (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011