Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menyatakan promosi perlu digencarkan untuk mendorong keberterimaan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) yang diterapkan Indonesia oleh pasar global.

Dikatakannya, Indonesia sudah mengajukan Dubes Yuri O. Thamrin sebagai Direktur Eksekutif International Tropical Timber Organizaton (ITTO) yang diharapkan bisa ikut mempromosikan produk kayu berkelanjutan seperti pada skema SVLK.

"Dengan Pengalamannya dalam berdiplomasi di kancah internasional, saya optimis bisa terwujud,” ujar Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) itu melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Sebelumnya, Indonesia menyerukan pasar memberi pengakuan yang lebih pantas pada sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK), yang menjadi bagian dari skema kerja sama Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT).

Pasalnya SVLK melampaui soal pasokan produk kayu legal tapi juga soal upaya pengendalian pembalakan liar, perbaikan tata kelola hutan di tingkat tapak, dan pencegahan perubahan iklim.

Baca juga: Produk kayu RI ke EU di bawah AS dan China meski ada skema FLEGT

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong menyatakan mulai tahun 2021 Indonesia memperkuat SVLK dengan penekanan pada kelestarian produk kayu.

"Ini berarti produk kayu bersertifikat SVLK harus diproduksi dengan manajemen hutan yang berkomitmen penuh pada kelestarian," katanya pada sesi diskusi panel di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP26 UNFCCC di Glasgow, Skotlandia, Kamis (4/11) waktu setempat.

SVLK mulai dibangun pada 2001 dengan melibatkan multi pihak, pemerintah, pelaku bisnis, akademisi, LSM, dan masyarakat.

SVLK lalu diberlakukan secara penuh pada 2016. Pada tahun 2019 SVLK disetarakan sebagai lisensi FLEGT untuk pasar Uni Eropa. Hingga saat ini, SVLK menjadi satu-satunya skema sertifikasi kayu yang mendapat penyetaraan tersebut.

Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto menyatakan sejak ada SVLK kasus pembalakan liar di Indonesia semakin berkurang.

Secara langsung, tambahnya, SVLK juga ikut membuat laju deforestasi Indonesia menurun drastis hingga 75 persen dalam satu dekade terakhir, menjadi tinggal 115 ribu hektare per tahun pada tahun 2019/2020.

Menurut Agus, dengan proses dan capaian SVLK, pasar seharusnya memberi pengakuan yang lebih pada produk kayu Indonesia, bukan hanya pasar Uni Eropa dan Inggris tapi juga global.

Baca juga: Indonesia promosikan potensi investasi kehutanan dalam Expo 2020 Dubai
Baca juga: Pemerintah Inggris: SVLK selaraskan pelestarian dan perdagangan produk kayu Indonesia

Pewarta: Subagyo
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021