Bogor (ANTARA News) - Sentimen terhadap orang Indonesia di tengah krisis yang terjadi di Libya sejauh ini masih baik, baik oleh kalangan pemerintah maupun masyarakatnya, kata seorang wartawan Indonesia.

"Indonesia dianggap positif oleh pemerintah dan rakyat Libya. Dalam berbagai kesempatan, kami mendapat izin meliput karena diketahui berasal dari Indonesia, termasuk liputan eksklusif perjalanan melacak lokasi sasaran serangan bom pertama," kata Mahendro Wisnu Wardono, wartawan Metro TV saat dihubungi ANTARA di Tripoli, Rabu.

Ia bersama dua rekannya Andini Effend dan Edward AR, sejak krisis Libya terjadi berada di negeri pimpinan Muammar Gaddafi, yang telah berkuasa selama lebih dari 40 tahun itu.

Meski mendapatkan akses, kata dia, namun saat operasi militer pertama dengan serangan bom pasukan koalisi, mereka tidak diizinkan mendekati lokasi dan mengambil gambar korban di rumah sakit.

Namun, kata dia, pada malam itu hanya Metro TV dan televisi pemerintah Libya saja media yang dapat berada di jalanan, sementara media lain dari seluruh dunia "dikurung" di hotel.

Menurut dia, pada Rabu pagi waktu setempat, sempat terjadi insiden kecil, saat ia melakukan peliputan suasana aktivitas warga Tripoli, di mana sejumlah warga di pasar marah, mengusir dan bahkan mencoba melakukan tindakan agresif akibat salah persepsi.

"Salah persepsi itu, karena Metro Tv dianggap Al Jazeera. Namun setelah dijelaskan bahwa kami dari Indonesia, maka mereka kembali tenang dan bisa menerima baik," kata Mahendro Wisnu, yang juga meliput
perang 22 hari saat Israel menyerang Gaza, Palestina pada akhir 2008 dan awal 2009 itu.

Dikemukakannya bahwa, aparat keamanan Libya, dalam berbagai kesempatan juga memberikan sikap positif setelah mengetahui bahwa mereka dari Indonesia, dan mempersilakan mengambil gambar.

"Mereka bahkan memberi minum dan makanan kecil," katanya menceritakan kejadian yang menguatkan bahwa Indonesia dinilai positif oleh berbagai unsur di Libya.

Hanya saja, diakuinya bahwa para pembesar pemerintah justru kurang memberi tempat istimewa, seperti dalam bentuk wawancara eksklusif dengan Muammar Ghadaffi hingga saat ini. "Tapi, kita tetap ingin mendapat wawancara langsung dengan Ghadaffi.(*)

(A035/I006)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011