Sanaa (ANTARA News/Reuters/AFP) - Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh hari Kamis menjanjikan peralihan kekuasaan yang damai namun tidak memberikan petunjuk mengenai waktu atau ketentuannya, kata saluran televisi Al-Jazeera.

Saleh, yang menghadapi protes pro-demokrasi yang meningkat dan sejumlah jendral utamanya berpihak pada pemrotes, telah menawarkan pemilihan presiden baru pada Januari 2012, sebagai pengganti September 2013, ketika masa jabatannya berakhir.

"Bagaimana pun sistem politik tidak bisa dibawa ke tiang gantungan," kata Saleh. "Datang untuk dialog politik dan kekuasaan bisa diserahterimakan dengan damai melalui lembaga konstitusi."

Pemrotes telah berencana melakukan pawai "Jumat Keberangkatan".

Pasukan pengawal presiden yang setia pada Saleh hari Kamis bentrok dengan satuan-satuan militer yang mendukung kelompok oposisi yang berusaha menggulingkannya.

Sementara itu, seorang polisi tewas dan tujuh lain cedera ketika patroli mereka diserang di kota Aden, Yaman selatan, Kamis, kata seorang pejabat keamanan kepada AFP.

"Sebuah bom meledak ketika kendaraan mereka melewati daerah Khor Maksar di Aden," kata pejabat itu tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

Demonstrasi anti-pemerintah juga melanda Aden, dimana Gubernur Ahmed Qaatabi mengundurkan diri sebagai protes setelah 52 demonstran tewas ditembak di ibukota Yaman, Sanaa, pada 18 Maret.

Selain menghadapi protes anti-pemerintah, Saleh, yang negaranya dihimpit kemiskinan, saat ini berusaha menumpas Al-Qaeda, meredam gerakan separatisme di selatan dan menjaga gencatan senjata yang rapuh dengan pemberontak Syiah di wilayah utara.

Saleh mengamati kerusuhan yang meluas di dunia Arab dan telah mengisyaratkan bahwa ia akan berhenti setelah masa tugasnya berakhir pada 2013. Ia sebelumnya memangkas pajak dan menjanjikan kenaikan gaji bagi pegawai negeri dan tentara.

Diilhami oleh pemberontakan yang menggulingkan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari dan protes anti-pemerintah di Mesir yang akhirnya menggulingkan Presiden Hosni Mubarak pada Februari, demonstran Yaman juga menuntut pengunduran diri Saleh dalam beberapa waktu terakhir.

Yaman hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP).

Para komandan militer AS telah mengusulkan anggaran 1,2 milyar dolar dalam lima tahun untuk pasukan keamanan Yaman, yang mencerminkan kekhawatiran yang meningkat atas keberadaan Al-Qaeda di kawasan tersebut, kata The Wall Street Journal bulan September.

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini.(*)

(Uu.M014)


Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011