Sanaa (ANTARA News) - Pemrotes hari Jumat mengadakan demonstrasi besar di ibu kota Yaman, Sanaa, dan Taez ketika mereka mengubur 19 orang yang dibunuh oleh pasukan pemerintah dalam dua hari terakhir di kedua kota itu.

Dengan slogan "Tetap Damai Pilihan Kami", pemrotes anti-pemerintah berkumpul di Jalan Sittin di daerah utara Sanaa dengan meneriakkan, "Damai damai, tidak ada perang saudara," kata beberapa saksi.

"Suara rakyat Yaman satu: kami akan membawa Saleh yang korup ke pengadilan," kata mereka ketika Presiden Ali Abdullah tetap bertahan di kursi kekuasaan meski protes yang menuntut pengunduran dirinya berlangsung sejak Januari dan tekanan internasional meningkat agar ia melepaskan kekuasaan.

Massa pemrotes menghadiri pemakaman tiga orang yang tewas dalam bentrokan antara orang suku dan pasukan keamanan di distrik utara Al-Hasaba, kata beberapa sumber.

Di Sanaa pusat, sekitar 2.000 orang yang memprotes rejim Saleh bentrok dengan loyalis pemerintah dengan menggunakan batu dan pentungan, kata saksi. Tidak ada korban yang dilaporkan.

Protes besar juga dilakukan di kota terbesar kedua Taez, ketika demonstran mengambil bagian dalam pemakaman 16 orang yang tewas dalam bentrokan dalam dua hari terakhir, kata penyelenggara.

Penentang Saleh juga mengumumkan pembentukan sebuah "komite hukum" yang akan mengumpulkan bukti dan saksi dari warga mengenai "kejahatan Saleh dan sisa-sisa rejimnya" untuk diajukan ke Pengadilan Kejahatan Internasional.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan ratusan orang.

Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaida, kehilangan dukungan AS.

Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaida akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaida AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaida. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini, demikian AFP.

(SYS/M014)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011