Magelang (ANTARA News) - Banjir lahar dingin sisa letusan Gunung Merapi telah merusakkan 625 rumah di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dalam beberapa hari terakhir.

Rumah-rumah yang rusak diterjang lahar dingin itu tersebar di enam kecamatan, yaitu Muntilan, Salam, Mungkid, Srubung, Ngluwar, Sawangan, dan Dukun, kata Kepala Subbidang Penyelamatan dan Penanggulangan Bencana Kesbangpol Magelang, Heri Prawoto, Minggu.

Dari ratusan rumah tersebut, 106 diantaranya hanyut, 323 rusak berat, 105 rusak sedang, dan 91 rusak ringan. Menurut Heri, ada 11 rumah lainnya yang terancam rusak.

Ia menyebutkan, dari enam wilayah kecamatan itu kondisi paling parah terjadi di Kecamatan Salam dengan jumlah kerusakan mencapai 413 rumah, 67 di antaranya hanyut, 266 rusak berat, 32 rusak sedang, dan 48 rusak ringan.

"Wilayah yang menjadi korban bencana banjir lahar dingin di Kecamatan Salam meliputi Desa Jumoyo, Sirahan, Seloboro, Sucen, dan Gulon," katanya.

Banjir lahar dingin di Magelang dipicu oleh meluapnya Sungai Putih dan Sungai Pabelan, dua aliran sungai berhulu di puncak Merapi.

Selain rumah rusak, katanya, banjir lahar dingin telah mengakibatkan 11 jembatan runtuh, empat jembatan rusak, dan tiga ruas jalan rusak.

Ia mengatakan, hingga sekarang sekitar 3.452 orang korban masih berada di 11 lokasi pengungsian tersebar di lima kecamatan.

Pemerintah terus melakukan normalisasi aliran Sungai Putih dengan sejumlah alat berat. Material lahar berupa pasir dan batu yang menutup dasar sungai dikeruk ke pinggir sungai yang difungsikan sebagai tanggul.

Namun, upaya tersebut belum mampu mencegah meluapnya banjir lahar karena tanggul pasir tersebut mudah jebol.

Kepala Desa Jumoyo, Sungkono menilai normalisasi dengan menumpuk pasir di pinggir sungai kurang efektif karena jika banjir datang material tersebut mudah terbawa banjir sehingga menumpuk di daerah hilir.

"Seharusnya material yang menutup dasar sungai itu dikeruk dan jangan ditumpuk di pinggir sungai, tetapi dipindah ke tempat yang lebih jauh sehingga sungai tidak mudah terjadi pendangkalan," katanya.

(H018/Z002/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011