Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia siap untuk terus mengakselerasi digitalisasi sistem pembayaran guna mengintegrasikan ekonomi dan keuangan digital yang semakin berkembang cepat di tengah pandemi COVID-19.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, digitalisasi merupakan kunci untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan mendorong perekonomian domestik. Lebih dari itu, digitalisasi juga dinilai sangat penting untuk inklusi ekonomi dan keuangan.

"Kita bersyukur, di tengah pandemi, transaksi ekonomi dan keuangan digital meningkat sangat cepat baik yang dilayani oleh perbankan digital, oleh perusahan jasa sistem pembayaran, termasuk uang elektronik, maupun oleh e-commerce. Saya lihat juga fintech selain di pembayaran, juga bergerak cepat untuk crowd funding, peer to peer lening, atau di area lain. Istilah ekosistem ekonomi keuangan digital, perlu kita perkuat untuk negeri kita," ujar Perry dalam acara Kick Off Penyelenggaraan Bulan Fintech Nasional dan Indonesia Fintech Summit 2021 di Jakarta, Kamis.

Meski demikian, lanjut Perry, digitalisasi juga memiliki sejumlah risiko seperti munculnya shadow banking, perlunya perlindungan data pribadi, ancaman serangan siber, atau bahkan yang sekarang meresahkan masyarakat yaitu pinjaman online (pinjol) ilegal.

Menurut Perry, risiko-risiko tersebut harus dimitigasi agar manfaat dari digitalisasi bisa terus ditingkatkan namun mencegah dari hal-hal merugikan yang mungkin terjadi.

"Sebagai otoritas bank sentral, BI tentu saja menyadari dua hal itu antara manfaat dan risiko. Di dalam, kami lakukan akselerasi digitaliassi sistem pembayaran yang telah kami lakukan sejak Mei 2019, sepuluh bulan sebelum pandemi COVID-19. Bagaimana digitalisasi sistem pembayaran dapat menavigasi, mengintegrasikan ekonomi keuangan digital, mendorong inovasi, dan memitigasi risiko. Inilah yang kami tempuh, suatu digitalisasi sistem pembayaran," kata Perry.

Ia menyebutkan sejumlah capaian penting dalam implementasi digitalisasi sistem pembayaran, salah satunya adalah perluasan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) sebagai satu-satunya standard yang berlaku untuk pembayaran di negeri ini.

"Ini terus kita perluas dan alhamdulillah sekarang sudah ada 12 juta pedagang dan sebagian besar UMKM sudah tersambung di dalam platform digital di 34 provinsi dan hampir seluruh kabupaten kota di Indonesia. Kita juga sudah memperluas fitur-fitur dari QRIS yang tentu saja memenuhi kebutuhan preferensi masyarakat. Bahkan kita sejak 17 Agustus 2021 melakukan ujicoba untuk cross border QRIS dengan Thailand," ujar Perry.

Bank sentral juga melakukan standarisasi untuk open Application Programming Interface (API), yang bersama industri sistem pembayaran baik perbankan maupun non perbankan diluncurkan pada 17 Agustus 2021 lalu dengan nama Standar Nasional Open API Pembayaran atau SNAP.

"Pembayaran SNAP yang insya Allah ini semakin mempercepat dan memperkuat integrasi, interkoneksi, dan interoperabilitas antar penyelenggara. Siapapun penyelenggara sistem pembayarannya, tetap satu bahasa yaitu SNAP. Apakah itu perbankan digital, fintech, maupun e-commerce," kata Perry.

Baca juga: BI dan bank sentral UEA kerja sama inovasi keuangan digital
Baca juga: BI dorong akselerasi ekonomi dan keuangan digital
Baca juga: BI: Pemulihan ekonomi RI perlu dukungan sektor keuangan yang solid

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021