Denpasar (ANTARA News) - Masyarakat dan berbagai elemen di Bali diharapkan mampu memenuhi imbauan Organisasi "Intergovermental Panel On Climate Change (IPCC) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelamatkan bumi beserta isinya dari bahaya ancaman pemanasan global (global warming).

"Imbauan organisasi internasional itu menyangkut tiga hal penting dan sudah mendapat respon positif dari Gubernur Bali Made Mangku Pastika," kata Pengurus Bali Green Community (BGC), Made Aripta Wibawa, SH, MA di Denpasar, Senin.

Ia mengatakan, organisasi internasional itu menghimbau masyarakat dunia untuk berhenti mengkonsumsi daging, dalam aktivitas transportasi keseharian menggunakan sepeda ramah lingkungan dan menjadi konsumen yang hemat.

Daging menerut laporan organisasi pangan dunia (FAO) PBB merupakan komoditi hasil peternakan yang memproduksi emisi karbon dioksida (CO2) ekuivalen dengan 18 persen, sehingga melebihi kontribusi emisi CO2 dari seluruh alat transportasi di dunia yang menyumbangkan 13 persen.

"Jika kita mampu mengubah pola makan dengan menghentikan mengkonsumsi produk hewani menjadi vegan, seseorang mampu memberikan kontribusi mengurangi emisi CO2 sebesar 1,5 ton dalam setahun," ujar Aripta Wibawa.

Dukungan Gubernur Bali Made Mangku Pastika terhadap imbauan IPCC PBB dengan mendeklarasikan Hari Vegan Organik Dunia (World Vegan Organic Day) dan Jumat sebagai Hari Tanpa Produk Hewani (Friday - Free Animal Product Day) yang dilakukan di Ashram Telaga Emas Ratu Bagus Desa Muncan, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem, 90 kilometer sebelah timur Denpasar pada hari Minggu (27/3).

Deklarasi itu ditujukan kepada masyarakat dunia, Indonesia dan Bali khususnya, sebagai upaya menyelamatkan bumi beserta isinya dari bahaya ancaman pemanasan global.

Wibawa menjelaskan, sektor peternakan menjadi sangat membahayakan dan mengancam keselamatan bumi, karena dalam pengembangan peternakan modern, khususnya di negara-negara maju membutuhkan pasokan listrik yang besar mulai dari proses produksi hingga mesin pendingin untuk mengawetkan daging.

Selain itu banyak hutan yang ditebang untuk lahan pengembangan peternakan dan makanan ternak menghasilkan metana yang merupakan gas dengan emisi rumah kaca 23 kali lipat lebih buruk dibandingkan CO2.

Demikian pula kotoran ternak mengandung "N2O-dinitrogen oksida" 300 kali lebih berbahaya dibanding dengan CO2. Produksi protein daging memerlukan 26 kali lebih banyak air dari protein nabati.

Menurut Wibawa produksi protein nabati lebih hemat energi 50 kali protein daging. Dengan demikian pola makan geban akan lebih bersahabat degan konservasi daya lingkungan sekitarnya, tutur Wibawa. (I006/K005/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011