Medan (ANTARA News) - Menteri Pertanian, Suswono, menegaskan, kebijakan pemerintah mengeluarkan standar minyak sawit lestari Indonesia atau Indonesia Sustainable Palm 0il yang dicanangkan, di Medan, Rabu (30/3) merupakan salah satu komitmen Indonesia tentang sawit berkesinambungan.

"ISPO merupakan pencitraan sawit nasional, karena itu perlu dukungan dari semua pihak," katanya di Medan, Rabu.

Mentan mengatakan itu usai melakukan pencanangan ISPO usai acara penutupan Konferensi dan Pameran Semarak 100 Tahun Kelapa Sawit Indonesia yang digelar Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) sejak 28 Maret 2011.

Dia menegaskan, dengan dicanangkannya ISPO), maka diharapkan pengusaha perkebunan dan termasuk petani sawit harus siap-siap untuk memiliki sertifikat itu.

"ISPO adalah mandatory (kewajiban) jadi pasti harus dimiliki pemilik kebun sawit. Kalau tidak tentunya ada sanksi," katanya.

Wajib, kata dia, karena ISPO berisikan ketentuan yang menyangkut berbagai peraturan di Indonesia untuk menjaga sawit secara berkesinambunag.

Suwono menegaskan, meski dicanangkan pada Maret 2011, tetapi secara resmi ISPO itu mulai diberlakukan pada Maret 2012 dan diharapkan pada tahun 2014 seluruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah mengantongi sertifikat ISPO itu.

Mentan juga mengakui bahwa kebijakan pemerintah untuk memberlakukan ISPO sebagai antisipasi perlakuan negara-negara importir minyak sawit mentah (CPO) dan termasuk produk turunannya yang hanya mau membeli apabila perusahaan eksportir itu sudah mengantongi sertifikat sawit berkesinambungan (sustainable) dimana dewasa ini sudah ada Roundtable Sustainable Palm Oi (RSPO) yang dibuat Eropa.

Isi ISPO, juga, katanya, tidak berbeda jauh dengan ketentuan yang dibuat Eropa dengan RSPO, bahkan dinilai lebih konkrit karena mengacu pada kondisi dan peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia.

Menjawab pertanyaan tentang kekhawatiran bahwa akan ada kesulitan dan biaya besar untuk mendapatkan sertifikat ISPO itu, Mentan membantah.

"Tidak akan ada tindakan mempersulit atau biaya yang sangat mahal. Asal memang pengusaha bisa membuktikan perusahaanya memenuhi persyaratan di ISPO itu yah pasti tidak ada masalah," katanya.

Bahkan, kata dia, untuk petani sawit akan ada kemuduahan yang lebih banyak.

Dia menegaskan, untuk tahap awal kewajiban memiliki sertifikat ISPO diberlakukan ke perusahaan-perusahaan besar, meski pengusahanya sudah mengantongi sertifikat RSPO.

Sementara itu, Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, mengatakan, ISPO akan menjadi salah satu kekuatan Indonesia lagi.

Sebagai negara produsen dan pengeskpor minyak sawit mentah (CPO) di dunia, Indonesia harus memiliki jati diri dan komitmen yang kuat untuk tetap melestarikan usaha sawit itu dan ISPO yang berisikan aturan di Indoensia adalah sangat tepat.

Dengan ISPO, kata dia, juga akan bisa mendorong keinginan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) merealisasikan produksi tanaman sawit petani menjadi 35 ton per hektae per tahun dan rendemen sebesar 26 persen.

Sebelumya di Jakarta, Selasa, Ketua Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI), Rosediana Soeharto, mengatakan, jika sertifikasi ISPO selesai pada 2014, pelaku usaha memiliki waktu satu tahun untuk menunggu respons "buyer".

Selama ini, CPO bersertifikat tidak laku karena "buyer" tidak punya komitmen.

Dia menilai, uji coba ISPO tidak akan sulit karena ISPO 100 persen adalah peraturan Indonesia dan tidak ada ketentuan yang baru secara tertulis.

ISPO tidak bersaing dengan RSPO tetapi saling mengisi karena permintaan dunia internasional mengacu pada RSPO dan bukan ISPO.(*)

(T.E016/M012)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011