Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Lingkungan Hidup menambahkan kriteria baru dalam penilaian Proper (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan) 2011 yaitu kriteria kerusakan lingkungan yang khusus berlaku untuk perusahaan tambang.

"Konsep penilaian kerusakan lingkungan ini penting untuk perusahaan tambang, tapi memang masih sulit," kata Asisten Deputi Pengendalian Pencemaran pertambangan Energi dan Migas Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Sigit Reliantoro pada Dialog "Pertambangan Ramah Lingkungan, Mungkinkah?" di Jakarta, Kamis.

Ia mencontohkan, untuk perusahaan yang akan mendapat gelar "hitam" adalah perusahaan yang kurang dari 50 persen dari semua tahapan atau lokasi tambang mendapatkan nilai total lebih kecil dari 55, yang artinya memiliki potensi rusak berat dari sejumlah parameter antara lain peta rencana, persetujuan, kemajuan luasan, jadwal, aktivitas dan lain-lain.

Kinerja penaatan yang dinilai dalam Proper mencakup penaatan terhadap pengendalian pencemaran air, udara, pengelolaan limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3), dan penerapan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

Sedangkan penilaian untuk aspek upaya lebih dari taat, meliputi penerapan sistem manajemen lingkungan, pemanfaatan limbah dan konservasi sumber daya, dan pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat (commmunity development).

Pada 2009-2010, kata Sigit, dari 690 perusahaan yang telah dilakukan pengawasan oleh Proper, 50 perusahaan di antaranya adalah perusahaan tambang, di mana tidak ada satupun perusahaan tambang yang mendapat nilai "emas", hanya enam yang "hijau", 36 yang "biru", tujuh perusahaan tambang mendapat "merah" dan satu perusahaan mendapat nilai "hitam".

"Pada 2010-2011 jumlah ini naik dimana pengawasan dilakukan terhadap 70 perusahaan tambang," katanya.

Sedangkan tingkat ketaatan perusahaan terhadap peraturan, menurut dia, mengalami peningkatan sepanjang tahun, dimana pada 2006-2007 tingkat ketaatan 68 persen, 2008-2009 sebesar 73 persen, dan 2009-2010 meningkat menjadi 84 persen.

"Dari delapan perusahaan yang belum taat pada 2009-2010 semua berkaitan dengan pelanggaran terhadap pengendalian pencemaran air, sedangkan pelanggaran terhadap pengelolaan limbah B3 mencapai 50 persen, peraturan pengendalian pencemaran udara mencapai 12 persen," katanya.

Sedangkan, pakar lingkungan pertambangan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Dr Surna Tjahja Djajadiningrat, mengatakan, pengelolaan pertambangan yang ramah lingkungan sangat dimungkinkan, namun pemerintahannya harus merupakan pemerintahan yang baik dari aspek penataan ruang, sistem pemberian izin, pengawasan, penerapan hukuman dan aparat yang bersih.

"Selain itu perusahaan harus memperhatikan aspek lingkungan dan sosial, hak adat dan HAM, menyediakan dana jaminan reklamasi serta tidak main caplok lahan serta masyarakat sipil seperti LSM yang harus kuat. Tiga aspek ini cukup untuk membuat suatu pertambangan ramah lingkungan," katanya.

Sementara itu, Direktur Operasional PT Aneka Tambang, Winardi mengatakan, pihaknya menyediakan Rp127 miliar untuk lingkungan pada 2011, kenaikan alokasi dana ini terkait sejumlah unit tambangnya yang memasuki era pasca tambang yang berarti meningkatnya volume kegiatan reklamasi.(*)

(D009/A025)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011