Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah tokoh lintas agama, menegaskan, kalangan legislatif tidak perlu membangun gedung baru DPR yang memakan biaya yang sangat besar.

"Jangan dibangunlah, apa sih pentingnya. Kalau memang kapasitasnya kurang, lebih baik tambah gedung lain untuk menambah yang kurang," kata Salahuddin Wahid, tokoh NU, kepada wartawan di Kantor Maarif Institute, Jakarta, Selasa.

Menurut dia, kalangan legislatif bisa membangun gedung baru yang tidak terlalu besar dan mewah bila untuk mengatasi kekurangannya.

"Banyak orang yang tidak setuju dengan pembangunan gedung baru DPR ini. Termasuk, politisi asal Partai Demokrat," kata Gus Solah sapaan Salahuddin Wahid.

Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr Martinus D Situmorang menilai DPR menunjukkan ketidakpekaannya terhadap realita kehidupan bangsa.

"Kalau DPR sibuk dengan fasilitasnya, saya rasa itu tidak menunjukkan kepekaan terhadap hidup kebangsaan," katanya.

Terlebih, semakin memperburuk kinerja pemerintah dalam menyejahterakan rakyat. Oleh karena itu, menjadi keprihatinan di saat ekonomi tidak menjadi hajat rakyat.

Badan pekerja tokoh lintas agama, Dedi Julianto, menyatakan bahwa hanya orang yang tidak beradab semata yang mendukung rencana tersebut.

"Kami meminta pemerintah menyetop rencana ini. Kalau itu masih diteruskan, maka masuk golongan tidak beradab. Kalau yang mendukung, itu bukan golongan orang yang beradab," katanya.

Ia juga menilai Ketua DPR Marzuki Alie hanya mementingkan kebutuhan kelompoknya saja, yaitu DPR. Namun tidak melihat kebutuhan pembangunan Indonesia dalam skala luas seperti peningkatan infrastruktur di daerah.

"Hingga saat ini, pembangunan pendidikan tidak jelas, banyak sekolah rusak," katanya.

Hal senada diungkapkan oleh Buya Syafii Maarif, bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus tegas menolak pembangunan tersebut.

"Kalau masih ngotot, media harus ambil peran maksimal," ujarnya.

Romo Benny Susetyo, menambahkan, pembangunan gedung baru DPR merupakan bentuk pengkhianatan konstitusi.

"Mereka tidak pernah berpikir bahwa telah melanggar konstitusi serta nurani publik," katanya.(*)
(T.S037/H-KWR)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011