Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Ningrum Natasya Sirait mengharapkan Mahkamah Agung (MA) akan menjadi lembaga penentu kasus dugaan kartel "fuel surcharge" yang dilakukan oleh sembilan maskapai penerbangan.

"Saya harap MA melihat secara adil karena yang harus dijustifikasi itu adalah apakah hakim mampu melihat itu secara fair, berkeadilan dan melihat dampak putusan ini terhadap dunia industri, konsumen serta masyarakat. Tapi saya yakin MA mampu memutuskan," kata Ningrum, saat dihubungi, Selasa.

Menurut Ningrum, hal ini terkait dengan keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang memutus bersalah dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan keberatan sembilan maskapai penerbangan atas keputusan KPPU tersebut.

Ahli hukum dari USU ini menyatakan permohonan kasasi merupakan peristiwa yang biasa dilakukan terhadap setiap orang yang kalah di tingkat keberatan kasus persaingan usaha.

Namun, lanjutnya, yang menjadi luar biasa dalam perkara ini adalah dugaan kartel dalam industri penerbangan yang tidak didasarkan pada bukti langsung adanya perjanian atau kesepakatan penentuan besaran harga "fuel surcharge".

"Kartel di sini tidak pernah diketemukan perjanjian eksplisit terjadinya kesepakatan pengarturan harga. Yang menarik bagi KPPU, Masyarakat, pebisnis dan orang hukum terutama peradilan tidak adanya bukti yang nyata direct evidence, maka isu itu menjadi topik diskusi yang hangat sekali dari bergai kalangan," kata Ningrum.

Dia juga mengatakan bahwa dugaan kartel tanpa ada bukti secara langsung akan menjadi janggal.

Oleh sebab itu, Ningrum mengingatkan, MA harus mampu memeriksa perkara yang segera masuk tahap kasasi ini dengan mempertimbangkan beberapa hal sekaligus, yakni putusan KPPU, putusan PN Jakpus serta pemeriksaan ahli dalam pemeriksaan tambahan di KPPU.

Proses kasasi ini hanya memakan waktu selama 30 hari sehingga harus difokuskan pada pemeriksaan penerapan hukum pengadilan tingkat sebelumnya.

"Kalau pemeriksaan fakta itu memakan waktu yang sangat panjang dan complicated. Bukti ekonomi itu tidak gampang," ungkapnya.

Ningrum berharap MA sebaiknya hanya melihat "judex juris" atau penerapan hukum.

"Benar nggak orang-orang di bawah (KPPU dan Hakim Pengadilan Negeri) telah mengexsercise semua peraturan yang berlaku sesuai perundang-undangan," katanya.

Sebelumnya KPPU telah mengajukan permohonan kasasi atas dibatalkannya putusan kartel sembilan maskapai penerbangan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pihak terlapor sendiri tengah menunggu pemberitahuan permohonan kasasi tersebut guna menjawab dalam kontra memori kasasi.

Kasus ini sendiri terkait putusan KPPU yang menetapkan sembilan maskapai penerbangan nasional bersalah melakukan kartel "fuel surcharge".

KPPU menyatakan bahwa akibat kartel tersebut masyarakat dirugikan sampai Rp13,843 triliun sehingga terlapor dijatuhkan denda dengan nilai total Rp299 miliar.

Atas putusan tersebut pihak terhukum mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan karena tidak terbukti adanya kartel.(*)
(J008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011