Pembelian saham Indosiar oleh SCTV tidak melanggar undang-undang
Jakarta (ANTARA News)- Rencana merger antara dua stasiun televisi swasta Indonesia, SCTV dan Indosiar dinilai tidak melanggar aturan dan justru akan menyehatkan dunia penyiaran Indonesia.

Penilaian itu diungkapkan pakar komunikasi Universitas Indonesia, Effendi Ghazali dan tokoh pers Indonesia, Sabam Leo Batubara dalam diskusi bertajuk 'M & A TV Swasta: Menjaga Kepentingan Publik' di Jakarta, Rabu.

"Pembelian saham Indosiar oleh SCTV tidak melanggar undang-undang," kata Ghazali dalam diskusi yang digelar Lembaga Kajian Opini Publik itu.

Sebelumnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah menolak rencana PT Elang Mahkota Teknolgi Tbk, induk grup SCTV untuk membeli 27,24 persen saham PT Indosiar Karya Media Tbk. Menurut KPI, pembelian saham itu melanggar Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2005 pasal 32 ayat 1.

Dalam PP No 50 tahun 2005 pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa badan penyiaran yang memiliki dua izin penyiaran harus berlokasi di dua provinsi berbeda. Selain pembelian saham hanya dibatasi hingga 49 persen.

"Sementara SCTV membeli tidak lebih dari 50 persen saham Indosiar," ujar Ghazali.

Ia juga mengingatkan bahwa izin penyiaran SCTV diperoleh dari Provinsi Jawa Timur, berbeda dengan Indosiar. Ia juga minta instansi terkait  memperhatikan merger antara televisi swasta yang sebelumnya terjadi di Indonesia.

Merger TV swasta di Indonesia memang bukan yang pertama.  MNC Group  menguasai RCTI, MNC TV (TPI), dan Global TV. Ada pula Trans Corp yang menaungi Tran TV dan Trans 7 (TV7). Selain itu juga Grup Viva yang membawahi ANTV dan TV One.

"Harus setarikan nafas ketika membicarakan proses ini dengan yang telah merger yang terjadi pada MNC Group, Trans Corp, dan lain-lain," tukas Ghazali.

Bagi Sabam Leo Batubara, merger televisi swasta justru membawa manfaat bagi dunia penyiaran nasional.

"Stasiun TV yang melakukan merger justru menjadi semakin kompetitif dan menyehatkan dunia penyiaran nasional," ulas Batubara.

Menurut dia yang terpenting adalah tetap terpeliharanya prinsip demokratisasi penyiaran yakni keanekaragaman kepemilikan dan konten.
(Ber/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011