Pemerintah sangat lamban dalam mengupayakan pembebasan 20 WNI yang disandera perompak Somalia
Jember (ANTARA News) - Pengamat politik Universitas Jember (Unej) Drs Joko Susilo MSi mengatakan bahwa kekuatan militer bukan solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan perompak di Somalia.

"Kalau menggunakan penyelesaian secara militer atau kekerasan akan menimbulkan korban jiwa karena penyanderaan WNI oleh perompak Somalia sudah berjalan hampir satu bulan," tuturnya saat ditemui ANTARA di FISIP Unej, Kamis.

MV Sinar Kudus dengan 20 anak buah kapal (ABK) miliik PT Samudera Indonesia dibajak 27 perompak Somalia pada 16 Maret 2011 saat mengangkut nikel senilai kurang lebih Rp1,4 triliun di Teluk Eden.

"Pemerintah sangat lamban dalam mengupayakan pembebasan 20 WNI yang disandera perompak Somalia. Keseriusan pemerintah untuk membebaskan para sandera belum optimal," ucap dosen jurusan Hubungan Internasional itu.

Apabila pemerintah bergerak cepat dan memiliki respon positif terhadap upaya penyanderaan perompak Somalia itu, lanjut dia, idealnya pembebasan 20 WNI bisa dilakukan dalam waktu sepekan.

"Saya sangat menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan lamban, padahal nyawa 20 WNI masih terancam di sana. Kelambanan pemerintah bukan merupakan sikap kehati-hatian," tegasnya.

Joko menilai kelambanan pemerintah karena adanya tarik ulur tentang siapa yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan kasus penyanderaan di Somalia, namun pemerintah seharusnya bertanggung jawab penuh atas keselamatan 21 ABK tersebut.

"Cara-cara penyelesaian operasi militer dalam menangani kasus penyanderaan di Somalia sangat berisiko bagi keselamatan 20 ABK yang masih di bawah tekanan para perompak," katanya menjelaskan.

Pemerintah, lanjut dia, harus membayar tebusan sebesar 3 juta dollar Amerika Serikat atau Rp30 miliar sesuai permintaan para perompak demi keselamatan 20 WNI.
(KR-MSW/F002)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011