dalam pemberitaan pemakaman Amrozi banyak media yang menayangkannya seolah-olah ia adalah pahlawan
Jakarta (ANTARA News)- Para wartawan dinilai sering salah kaprah dalam peliputan terorisme. Salah satunya adalah kecenderungan untuk mempahlawankan teroris yang sudah dinyatakan bersalah secara hukum.

"Dalam peliputan terorisme jangan sampai terjebak pada 'glofikasi' teroris," kata Budi Setyarso, Redaktur Majalah Tempo, dalam diskusi peluncuran buku Panduan Jurnalis Meliput Terorisme di Jakarta, Kamis.

Menurut dia,  mereka yang terbukti bersalah dalam kasus terorisme seringkali diberitakan seperti pahlawan padahal telah dibuktikan bersalah di hadapan hukum.

"Contohnya dalam pemberitaan pemakaman Amrozi banyak media yang menayangkannya seolah-olah ia adalah pahlawan," ujar Budi dalam diskusi bedah buku terbitan Aliansi Jurnalistik Independen itu.

Akan tetapi ia juga menegaskan bahwa dalam peliputan terorisme wartawan juga tidak boleh menjadi perpanjangan tangan dari polisi.

Sementara itu Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Boy Rafli Amar menyerukan media menjadi agen yang memberi pencerahan kepada masyarakat terkait masalah terorisme bukan sebaliknya.

"Jangan sampai media justru menghidupkan solidaritas yang lebih tebal di dalam kelompok teroris," tegas Boy.

Menurut dia kelompok teroris sangat senang ketika media meliput aksi mereka karena itu berarti misi mereka untuk menakuti masyarakat berhasil. Karenaya ia berharap media bisa menjadi alat untuk menangkal terorisme di Indonesia.

"Media seharusnya bisa mencerdaskan masyarakat dan mencegah ideologi teroris itu mempengaruhi masyarakat," pungkas Boy.
(Ber/A038)


Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011