Padang (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, melakukan kaji ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2000-2020 untuk memasukkan kegiatan berbasis mitigasi bencana dalam perencanaan itu pascatsunami yang melanda kabupaten itu pada 2010.

Kaji ulang yang saat ini tengah dilakukan itu tertuang dalam dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascatsunami Mentawai yang disusun Bappenas, BNPB, Pemprov dan BPBD Sumbar, Pemkab dan BPBD Mentawai, seperti dikutip di Padang, Senin.

Kaji ulang dilakukan untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan kesinambungan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah untuk pemulihan Mentawai pascatsunami 2010 dengan program lanjutan berupa percepatan pembangunan dan perkembangan antarwilayah di kepulauan berjarak sekitar 110 mil laut arah barat, garis pantai Sumbar itu.

Selain itu, masuknya mitigasi bencana dalam kaji ulang RTRW Mentawai juga terkait dengan adanya UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang dan PP No.26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

RTRW Kabupaten Kepulauan Mentawai 2000-2020 sebelumnya ditetapkan dengan Perda No.4/2003 dan saat ini dalam kaji ulang sehubungan terjadinya bencana tsunami dan keluarnya UU No.26/2007 dan PP No.26/2008 tersebut.

Kaji ulang ini juga dengan mempertimbangkan UU No.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU No.27/2007 tentang Pengelolaaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau Kecil.

Ketiga UU itu pada prinsipnya merupakan dasar dalam menentukan strategi dan pengaturan tata ruang wilayah, terutama terkait pengelolaan kawasan budidaya, kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan.

Selain itu, terkait dengan strategi rehabilitasi dan rekonstruksi Mentawai serta percepatan pembangunan di kepulauan ini, maka revisi RTRW itu juga harus memperhatikan analisis risiko bencana yang bersumber dari ancaman bencana di tersebut seperti gempa bumi, tsunami, banjir dan ancaman bencana karena perubahan

iklim seperti abrasi pantai dan kenaikan muka air laut.

Kemudian, pola permukiman masyarakat yang saat ini cenderung berkembang mengikuti garis pantai dan sepanjang sungai perlu diatur lebih tegas lagi berdasarkan peta zonasi dan peta risiko bencana dengan skala yang lebih rinci untuk ancaman gempa, tsunami dan abrasi pantai.

Aturan dan penegakan hukum terkait pengaturan kawasan permukiman di sepanjang garis pantai juga harus memperhatikan persyaratan ketinggian minimum wilayah relokasi dan pemukiman baru dari permukaan laut dalam rangka mengantisipasi tsunami, gelombang pasang dan ancaman naiknya permukaan laut karena dampak perubahan iklim.

Pelaksanaan kaji ulang RTRW tersebut memerlukan koordinasi yang lebih intensif terkait mitigasi bencana dengan kementerian atau lembaga terkait seperti BMKG, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian PU, Bakorsutanal, LIPI dan Kementerian RISTEK.  (H014/A041/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011