Batam (ANTARA News) - Penyimpangan Melinda Dee di Citibank terdeteksi dini bila tata kelola organisasi pada bank tersebut efektif dan didukung kesadaran pemangku kepentingan dalam menaati peraturan, kata mantan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Soedarjono.

Kasus Melinda Dee, terduga pembobol Rp17 miliar dana nasabah, serta beberapa kepala daerah dan wakil rakyat yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan contoh audit internal di organisasi bersangkutan belum berjalan baik dan pemahaman mengenai kepentingan "good corporate governance" belum efektif dan menjadi milik kolektif, katanya menjelang Seminar Nasional Internal Audit (SNIA)-2011 di Batam, Kepulauan Riau, mulai Selasa hingga Kamis.

Padahal, bila "governance" atau tata kelola sudah dianggap sebagai milik bersama untuk mencapai tujuan organisasi sehingga budaya perusahaan dan peraturan perusahaan ditaati secara kolektif, maka setiap penyimpangan akan berkemungkinan dideteksi secara dini khususnya oleh fungsi auditing internal, kata Soedarjono yang pada 1993-1999 adalah Kepala BPKP.

Auditor internal yang di BUMN disebut satuan pengawasan internal dan di organisasi pemerintahan disebut inspektorat berfungsi utama membantu pimpinan organisasi dalam pengelolaan risiko dan pengendalian internal melalui pengawasan terhadap sumber daya manusia, efektivitas peraturan dan sistem transaksi.

Menurut Soedarjono, kasus Melinda di perusahaan kelas dunia, maupun korupsi di pemerintahan menunjukkan kenyataan bahwa penyimpangan atau "fraud" mustahil dihapuskan 100 persen.

Di sisi lain, katanya, realita tersebut menunjukkan Indonesia kian perlu menggalakkan auditor internal di sektor pemerintahan maupun badan usaha swasta, dan warga masyarakat menyadari bahwa tata kelola organisasi sebagai milik bersama.

SNIA-2011 di Batam diselenggarakan Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA), bertema "Internal Auditing: Jembatan Emas Menuju Good Governance", bertujuan meningkatkan kompetensi dan profesionalisme auditor internal Indonesia melalui pemutakhiran wawasan peserta tentang pengelolaan risiko, pengendalian internal, "corporate governance" dan "anti-fraud".

Direktur Eksekutif Pusat Pendidikan dan Pengembangan Audit Manajemen YPIA, Soedar Kendarto, mengatakan, kelemahan dalam tata kelola di sektor pemerintahan dan swasta menyebabkan cita-cita kemerdekaan dan pendiri bangsa untuk membangun masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera belum terwujud.

Pencapaian cita-cita luhur pendiri bangsa masih terkendala sektor publik di pemerintahan yang belum menerapkan "good public governance" sehingga tidak akuntabel, pelayanan pada publik belum prima, supremasi hukum masih sering dipertanyakan dan praktik korupsi masih terasa di semua segi kehidupan.

Dunia usaha, katanya, juga belum menerapkan "corporate governance" sehingga gagal memberi kontribusi kepada negara, pegawai dan pemangku kepentingan akibat praktik pengelolaan perusahaan tidak transparan, akuntabel, responsif, independen dan fair.

Cita-cita kemerdekaan belum terwujud karena dari sisi tata kelola ekonomi, pihak-pihak dalam perekonomian belum seimbang, penguasaan sumberdaya ekonomi masih terkonsentrasi, pengangguran masih tinggi dan daya saing nasional masih minim.

Oleh karena itu, fungsi audit internal harus terus digelorakan supaya organisasi di pemerintahan dan swasta tumbuh sehat sehingga berkontribusi bagi pencapaian tujuan pendirian negara merdeka.

YPAI yang berdiri sejak 1995 kini telah menerbitkan 2.803 sertifikat "Qualified Internal Auditor" (QIA) bagi mereka yang telah menyelesaikan pendidikan ujian dalam lima jenjang, namun beberapa di antara pemegang sertifikat tersebut dalam keadaan tidak aktif.

Pada hari pertama SNIA-2011, YPAI mewisuda dan memberi sertifikat bagi 250 orang yang kemudian bersama peserta lain mengikuti 15 sesi seminar antara lain berupa pemaparan dari kepala BPKP Mardiasmo, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, serta Dirut PT Saratoga Investama Sedaya, Sandiago S Uno. (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011