London (ANTARA News) - Dua Ilmuwan Indonesia, guru besar ilmu politik Universitas Airlangga, Prof Kacung Marijan, dan dosen sosiologi IAIN Sunan Ampel Surabaya Wahidah Zein Siregar, PhD, menjadi pembicara dalam Konferensi Political Studies Association, perkumpulan ilmuwan politik pertama di dunia, yang berlangsung di London, baru baru ini.

Prof Kacung Marijan kepada koresponden Antara London, Sabtu mengatakan dalam konferensi yang diikuti oleh 500 orang dari 50 negara itu, ia dan Wahidah Zein Siregar, PhD, sama-sama mempresentasikan makalahnya yang cukup berarti bagi dua ilmuwan Indonesia.

Prof Kacung Marijan menyampaikan makalahnya berjudul "Electoral System and the Marketization of Politics: The Indonesian Experience" dan Wahidah Zein Siregar PhD menyampaikan makalah berjudul "Electoral System and the Presentation of Women in Indonesia's Parliament: Comparison between the 2004 and the 2009 Election".

Baik Prof Kacung Marijan maupun Wahudah Zein Siregar berpendapat bahwa perubahan sistem pemilu dari semi open list proportional representation system menuju open list proportional representation system pada pemilu 2009 membawa perubahan-perubahan yang sangat berarti di Indonesia.

"Perubahan sistem itu telah membawa pemilu di Indonesia seperti pasar. Baik partai maupun politisi seperti para penjual barang yang berebut menawarkan barang dagangannya kepada para pembeli.

"Akibatnya, kompetisi menjadi sangat ketat," katanya. Konsekuensinya, kompetisi bukan hanya antar partai melainkan juga antar calon di dalam partai sendiri. Kompetisi itu berkonsekuensi terhadap semakin mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh partai maupun calon.

"Perubahan itu juga berpengaruh terhadap posisi partai politik. Peran partai dalam memperebutkan suara pemilih berkurang. Sebaliknya, peran individu calon semakin besar," lanjut Kacung Marijan.

Di pihak lain, Wahidah Zen Siregar PhD berpendapat bahwa perubahan sistem itu telah memberI kesempatan luas kepada perempuan untuk bersaing di dalam memperebutkan kursi di DPR/DPRD.

Menurutnya, perubahan ini telah membuat tambahnya jumlah perempuan di lembaga perwakilan rakyat.

Meskipun demikian Wahidah juga khawatir, sistem itu membuat posisi anggota DPR mudah terancam. Hal ini terlihat dari banyaknya wajah-wajah baru anggota DPR 2009-2014.

Konsekuensinya, wajah-wajah baru ini harus lebih banyak belajar di dalam menjalankan perannya di DPR. Lemahnya kinerja anggota DPR dalam tahun-tahun terakhir ini, lanjut dia, tidak lepas dari banyaknya anggota DPR yang tidak berpengalaman.

Selain menghadiri konferensi di PSA, Prof Kacung Marijan yang juga salah satu Ketua PB NU itu, bersilaturrahmi dengan pengurus NU dan Muslimat Cabang Istimewa Inggris yang menyampaikan salut atas perkembangan warga NU di Inggris dan berharap adanya kontribusi pemikiran untuk memperbaiki NU di Indonesia. (ZG/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011