Bila ternyatan benar Ben Laden wafat, maka ia mati syahid, dan bakal muncul lagi seribu Ben Laden dalam gerilya menentang AS,"
Kairo (ANTARA News) - Para pemimpin dunia Arab, yang sedang dilanda revolusi menuntut perubahan, tampak hati-hati menanggapi wafatnya pendiri organisasi garis keras, "Tanzim Al Qaida", Osama Bin Laden.

Andaikan Osama wafat sebelum revolusi, para pemimpin Arab sudah dipastikan bakal berlomba menyampaikan pernyataan menyambut baik kematian tokoh yang "dipuja" kelompok garis itu.

Pasalnya, seirama dengan negara-negara Barat, hampir semua dunia Arab termasuk Mesir, Tunis, Yaman, Libya, Arab Saudi, memasukkan Al Qaida sebagai organisasi teroris.

Tunisia dan Mesir, misalnya, yang telah berganti pemerintahan pascarevolus yang berhasil menumbangkan rezim otoriter mereka -- Presiden Zine Al Abidin Ben Ali pada 14 Januari 2011 dan Hosni Mubarak pada 11 Februari 2011 -- masih bungkam atas wafatnya Osama.

Di awal revolusi di Mesir dan Tunisia, pemerintah menuduh Al Qaida mendalangi pemberontakan.

Namun, hingga berita ini diturunkan pada Selasa siang waktu Kairo, belum ada satu kata pun dari pejabat pemerintah Mesir dan Tunisia menyampaikan komentarnya atas wafatnya Osama.

"Dunia Arab telah berubah, penguasa baru kini tidak mungkin lagi membeo terhadap apa kata AS," kata analis politik, Montaser Moufad kepada jaringan televisi pan Arab, Al Jadeed, Senin.

Menurut Moufad, Osama bagi banyak kalangan dunia Arab dianggap sebagai potret penentang ketidakadilan AS dan sekutunya terhadap Arab dan Islam.

"Jangan lupa, Osama mendapat simpati dari banyak kalangan Islam dari Maroko hingga Indonesia yang menentang standar ganda AS," ujarnya.

Penilaian senada diutarakan Rafiq Al Hejazi, peneliti tentang gerakan Islam garis keras.

"Munculnya Osama dan Tanzim Al Qaida tidak terlepas dari rasa ketidakadilan yang dialami dunia Arab, terutama perlindungan tanpa pamrih AS atas pendudukan Israel di Palestina," katanya.

Hanya segelintir kalangan negara Arab, kata Moufad, seperti Yaman dan Arab Saudi menyambut baik kematian Bin Laden.

Arab Saudi dan rezim Yaman pimpinan Ali Abdullah Saleh -- yang masih berjuang mempertahankan sisa-sisa kekuasaanya di tengah revolusi melanda negeri paling selatan Jazirah Arab itu -- menilai kematian Osama Bin Laden sebagai awal yang baik bagi perdamaian dunia.

Namun beberapa kalangan negara Arab seperti Sudan, Kuwait, Suriah dan Lebanon menolak untuk mengomentari kematian Osama.

Di Palestina yang terbelah antara faksi Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas di Tepi Barat dan Faksi Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza berbeda pandangan soal nasib Osama.

Abbas menyambut baik kematian Osama dan mengharapkan keamanan dunia akan membaik selepas kematiannya.

Namun, Perdana Menteri faksi Hamas, Ismail Haniyeh, mengecam pembunuhan terhadap Osama Ben Laden.

Belum yakin
Banyak pihak di dunia Arab masih belum yakin atas kematian tokoh berusia 54 tahun itu.

"Bohong besar, laknat kau, AS. Obama masih hidup," teriak Emad Rashid, warga Mesir sambil menujuk-nunjuk tayangan televisi dengan penuh emosi di sebuah warung kopi di Kairo.

Tokoh garis keras Sudan, Dr Hassan Turabi pun belum yakin benar, namun mengatakan meskipun bila benar Ben Laden wafat, namun semangat perjuangannya yang akan tetap hidup.

"Bila ternyatan benar Ben Laden wafat, maka ia mati syahid, dan bakal muncul lagi seribu Ben Laden dalam gerilya menentang AS," kata pemimpin oposisi Sudan tersebut.

Sejauh ini kematian Osama masih simpang siur, belum ada bantahan atau konfirmasi dari pihak Al Qaida atas kematian Ben Laden.

Pemerintah Pakistan, yang negaranya menjadi tempat persembunyian Ben Laden, belum menyampaikan keterangan resmi atas kematiannya.

Menurut Al Jazeera, media massa Pakistan hanya mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya yang membenarkan kematian Osama.

Pemberitaan meninggalnya Osama akibat gempuran Amerika Serikat di Pakistan pada Ahad dini (1/4) hari praktis hanya bersumber satu pihak: Gedung Putih.

Presiden AS Barack Obama dengan bangganya mengumumkan kematian pria kelahiran Arab Saudi itu, dan katanya, jasadnya telah dibuang ke laut.

Syeikh Agung Al Azhar, Prof Dr Ahmed Al Tayeb mengutuk keras pembuangan jezanah Osama ke laut tersebut.

"Syariah (hukum) Islam mengajarkan bahwa semua jenazah manusia harus dihormati tidak peduli apakah itu jenajah milik seorang Muslim atau non Muslim," katanya.

Beberapa pengamat berpendapat kematian Osama itu hanya rekayasa penguasa AS dari Partai Demokrat pimpinan Presiden Obama menjelang pemilihan presiden tahun depan.

Sementara itu, Ikhwanul Muslimin Mesir mendesak AS dan sekutunya untuk mundur dari Irak dan Afghanistan setelah tewasnya Obama.

Alhasil, orang kedua Al Qaida, Ayman Al Zawahiri siap mengambil alih kepemimpinan bila benar-benar Obama telah tewas.

Setiap keterangan pers Osama lewat video yang ditayangkan Al Jazeera dalam beberapa tahun terakhir, Zawahiri selalu duduk di samping Obama.

Zawahiri, tokoh kelahiran Mesir itu menjadi orang kedua paling dicari AS setelah serangan di New York dan Wasington pada 11 September 2001.

Hamid Mir, seorang wartawan Pakistan yang pernah mewawancarai Zawahiri mengatakan, orang kepercayaan Osama itu selamat dari serangan AS pada awal 2006 di kawasan suku terpencil di Pakistan utara.

Zawahiri kini berada dipersembunyiannya di kawasan suku Pakistan bersama dengan istri barunya setelah istri lamanya bersama seorang putra dan dua putrinya meninggal pada 2001 di Kandahar akibat serangan AS.
(M043/Z002)

Oleh Munawar Saman Makyanie
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011