Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar lebih fokus menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengawas peredaran obat dan makanan supaya kasus-kasus penggunaan bahan kimia berbahaya seperti formalin dalam bahan pangan tidak terjadi lagi. "Kalau dia fokus pada pengawasan maka kasus-kasus seperti ini tidak akan terjadi dan masyarakat akan lebih terlindungi. Selama ini dia (BPOM-red) kan tidak hanya mengawasi tapi memberikan izin registrasi juga," katanya di Jakarta, Rabu. Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh sejumlah perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang sengaja melakukan pertemuan dengan Menteri Kesehatan untuk menyampaikan aspirasi mereka tentang peran dan fungsi BPOM dalam pengawasan obat dan makanan. Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta mengatakan bahwa setelah berubah posisi menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) pada 2001, BPOM cenderung mengabaikan tugas utamanya sebagai pengawas peredaran obat dan makanan. "Adanya penggunaan formalin dalam makanan terus berlangsung karena BPOM cenderung melalaikan pengawasan peredarannya sehingga bahan itu bisa dibeli secara eceran di toko alat kesehatan dan memicu penyalahgunaan," ujar Marius. Menurut dia pengumuman temuan BPOM tentang bahan makanan berformalin relatif terlambat karena bahan kimia yang biasa digunakan untuk pengawet mayat itu sebenarnya telah lama digunakan sebagai pengawet makanan oleh sejumlah kalangan. Lemahnya pengawasan dan tidak adanya informasi secara berlanjut tentang keamanan pangan dan keselamatan konsumen, kata dia, menyebabkan kerugian konsumen dalam jangka panjang. "Misalnya, konsumen yang selama ini rutin mengonsumsi makanan mengandung formalin dan pemanis buatan mungkin beberapa tahun mendatang akan menderita berbagai penyakit, atau bahkan mungkin bisa menyebabkan kematian," katanya. Marius berpendapat ke depan BPOM lebih ketat melakukan pengawasan dan segera memberitahukan kondisi itu kepada masyarakat supaya masyarakat tidak menanggung banyak kerugian seperti yang terjadi saat ini. Ia meminta agar BPOM tidak lagi melakukan kegiatan yang sebenarnya bukan merupakan tugas dan kewenangannya menurut undang-undang seperti membuat izin registrasi dan membuat regulasi tentang obat dan makanan. Marius mencontohkan, BPOM bahkan melakukan pembuatan Surat Persetujuan Impor (SPI) narkotika dan psikotropika serta prekursornya, mengeluarkan keputusan tentang persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan pemanis buatan dalam bahan pangan dan kini menyiapkan RUU tentang pengawasan sediaan farmasi dan makanan yang sebenarnya merupakan tugas dan kewenangan dari Departemen Kesehatan. Selain menyebabkan terjadinya tumpang tindih kewenangan, lanjut Marius, kegiatan-kegiatan itu juga menghabiskan energi BPOM sehingga lembaga itu lantas tidak fokus pada kegiatan pengawasan yang seharusnya merupakan tugas utamanya. Karena itu ia mendesak pemerintah supaya kembali memposisikan BPOM di bawah koordinasi Departemen Kesehatan dan Menteri Kesehatan sendiri menyetujui usulan tersebut. "Kalau bisa dia (BPOM-red) kembali menjadi Ditjen (Direktorat Jendral--red) atau wewenangnya diproporsionalkan. Dia tidak bisa memberikan izin registrasi, membuat regulasi dan mengawasi sekaligus," demikian Menteri Kesehatan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006