Yogyakarta (ANTARA News) - Pembahasan Rancangan Undang-undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta hendaknya tidak dipolitisasi dengan kepentingan tertentu, kata kerabat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Gusti Bendoro Pangeran Haryo Prabukusumo.

"Pembahasan Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tergantung pada sikap politik pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jadi, jangan dipolitisasi," katanya di Yogyakarta, Rabu.

Dalam konteks itu, menurut Prabukusumo yang juga adik Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, diperlukan ketegasan sikap pemerintah dan DPR untuk mengambil keputusan menyelesaikan pembahasan RUUK DIY secepatnya sesuai dengan aspirasi masyarakat.

"Pemerintah dan DPR jangan pernah ragu bahwa sejarah itu harus dihormati, sehingga segera menyelesaikan pembahasan RUUK DIY sesuai dengan aspirasi masyarakat setempat," kata mantan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat DIY itu.

Ia mengatakan, dalam menyusun sebuah undang-undang, termasuk RUUK DIY harus secara lengkap agar bisa digunakan sampai kapan pun. Dengan demikian, tidak seharusnya pemerintah dan DPR membuat undang-undang hanya secara aspek kepentingan politik.

"Jika hanya demi kepentingan politik, maka ketika pemerintah dan DPR maunya ini ya ini, tetapi seharusnya tidak demikian. Saya yakin apa pun keputusannya nanti, karena ada kepentingan politik tertentu pasti akan menyentuh ranah hukum," katanya.

Menurut dia, dirinya sebagai bagian dari kerabat keraton telah melakukan komunikasi dengan beberapa pihak termasuk DPRD DIY untuk menyiapkan strategi jika RUUK DIY sampai dibawa ke ranah hukum.

Salah satunya adalah mengumpulkan ahli hukum untuk mengawal proses penetapan gubernur dan wakil gubernur DIY sebagai bagian dari keistimewaan DIY.

"Kami akan siapkan kuasa hukum untuk mengawal proses penetapan sehingga bisa tepat digunakan selamanya. Jika tidak pada penetapan, maka akan kami ajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK)," katanya.(*)
(L.B015*H010/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011