Yogyakarta (ANTARA News) - Gusti Bendara Pangeran Harya Yudhaningrat mengatakan bahwa polemik dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK DIY) justru semakin membelenggu.

"Masyarakat DIY justru sepertinya dibelenggu dengan polemik pembahasan RUUK DIY," kata Gusti Bendara Pangeran Harya (GBPH) Yudhaningrat disela-sela diskusi buku "Wasiat HB IX" di Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, salah satu poin penting dalam pembahasan RUUK DIY yang paling sulit dipahami adalah jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY, bukan masalah penetapan ataupun pemilihan untuk menentukan siapa yang akan menduduki jabatan tersebut.

Adik Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X itu mengatakan, di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan bahwa jabatan tersebut merupakan hak dari Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paduka Paku Alam yang bertahta.

"Masyarakat di DIY hanya mengikuti aturan main yang ada. Masalah itu harus bisa sinkron antara aturan dan pelaksanaannya," katanya.

Oleh karena itu, seluruh masyarakat diharapkan mampu memahami secara betul arti dan maksud dari keistimewaan DIY.

Sementara itu, salah seorang pejuang kemerdekaan RI yang turut dalam Serangan Yogya Kembali Olot Sadjiman mengatakan, perlu dibuat sebuat "tetenger" atau monumen untuk menandai peristiwa perpindahan ibukota Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946.

"Jika Serangan Oemoem 1 Maret saja ada monumennya yang cukup megah, maka seharusnya peristiwa penting dalam sejarah Republik Indonesia yang juga menjadi salah satu peristiwa sejarah yang membuat Yogyakarta itu istimewa memiliki monumen tersendiri," katanya.

Ia mengatakan, monumen tersebut penting untuk mengingatkan generasi muda terkait peristiwa bersejarah tersebut.

Hal senada juga diungkapan sejarawan dari Universitas Sanata Dharma Baskara T Wardaya bahwa penting dibuat sebuah monumen untuk mengingatkan peristiwa bersejarah yang membuat Yogyakarta istimewa.

"Yogyakarta adalah istimewa karena Yogyakarta telah melakukan banyak hal untuk Indonesia, bukan saja dari politik tetapi juga pendidikan," katanya.(*)

(T. E013/S019)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011