Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan RI Mari E Pangestu mengatakan Uni Eropa harus lebih transparan soal berbagai peraturan maupun standar yang harus dipenuhi Indonesia maupun sejumlah negara ASEAN sebagai syarat utama dibentuknya Free Trade Area (FTA) ASEAN-Uni Eropa.

"Harus ada transparansi termasuk bagaimana pihak Eropa memberi "capacity building" atau kerjasama ekonomi yang terfokus pada isu yang menjadi penghambat perdagangan agar kerjasama ekonomi kedua kawasan itu dapat ditingkatkan," kata Mari E Pangestu usai pertemuan ASEAN Economic Community & European Union Commisioner for Trade, di Balai Sidang Jakarta, Jumat.

Masalahnya menurut Mari, FTA bukan sekedar bagaimana perusahaan-perusahaan Eropa banyak berbisnis di ASEAN atau sebaliknya perusahaan ASEAN bisa lebih banyak masuk ke Eropa.

"Tetapi...bagaimana terjalin aliansi strategis antara Eropa dan ASEAN untuk masing-masing pasar kedua kawasan tetapi juga untuk pasar dunia," tegas Mari.

Ia menjelaskan, beberapa dari negara Uni Eropa terus berupaya mendorong peningkatan kerjasama dalam bentuk FTA Agreement atau "comprehensif FTA" secara bilateral dengan beberapa negara ASEAN yang pada akhirnya akan membangun suatu kemitraan.

Namun kenyataannya, seperti diungkapkan perwakilan dari Laos bahwa ada ketidaksiembangan di mana Eropa negara yang sudah sangat maju sementara di ASEAN ada negara yang belum maju.

"Jadi, walaupun ada kemitraan ini kita harus mempertimbangkan bahwa ada ketimpangan dari segi tingkat pembangunan. Karena itu, harus ada fleksibilitas artinya ASEAN diberi waktu jauh lebih lama untuk proses liberalisasi dibanding Eropa," tegas Mari.

Selain waktu yang lebih lama, ASEAN juga diberi perlindungan-perlindungan khusus yang lebih penting juga harus ada "capacity building" untuk mempersiapkan sejumlah sektor yang menjadi prioritas ASEAN yaitu infrastruktur, agrifood, automotif, healthcare, dan bidang jasa.

Ia menambahkan, intinya FTA ASEAN-UE bukan penawaran, tetapi harus dilakukan melalui satu proses negosiasi sehingga dapat diperoleh benefit bagi kedua pihak setelah berbagai titik-titik lemah diatasi dan diperbaiki.

"Malaysia dan Singapura sudah mulai melakukan negosiasi, sementara Vietnam sedang membuat studi dan menyiapkan untuk masuk ke tingkat negosiasi. Adapun Indonesia baru menyelesaikan "joint study" untuk mengetahui tingkat kapasitas sekaligus mengahui benefit bagi Indonesia," ujar Mari.

Studi Indonesia tersebut sedang disosialisasikan dan dikonsultasikan dengan pihak Uni Eropa dengan dengan meminta masukan dari pengusaha nasional sebelum diputuskan apakakh Indonesia akan masuk ke tingkat negosiasi atau tidak.

"Intinya prosesnya jalan di mana para pengusaha Indonesia dilibatkan. Jadi mereka (pengusaha) pun sudah membangun kemitraan dengan pengusaha di Eropa. Ini tidak kalah penting dari negosiasi dan hasil akhirnya sendiri," tegasnya.

Sesungguhnya tambah Mari, Indonesia dan Eropa saling komplementer. Indonesia memerlukan teknologi, barang modal, dan sektor jasa dari Eropa karena memang di sana mereka jauh lebih efisien. Sementara Eropa membutuhkan tekstil, furnitur, barang-barang perhiasan dan kerajinan, makanan, produk natural. (R017/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011