Jenewa (ANTARA News) - Aparat keamanan Suriah membunuh lebih dari 700 orang dan menangkap ribuan serta membom kota-kota dengan membabi-buta dalam operasi penumpasan terhadap pemrotes, kata Komisi Ahli Hukum Internasional (ICJ), Kamis.

ICJ, sebuah panel pengacara dan hakim senior dari seluruh dunia yang berkantor di Jenewa, mengatakan, serangan-serangan yang dilakukan pasukan keamanan terhadap warga sipil merupakan kejahatan menurut hukum internasional.

Kelompok itu menyatakan memperoleh penjelasan mengenai penumpasan itu dari para pengacara dan pembela hak asasi manusia di Suriah. Pemerintah Damaskus melarang wartawan asing sejak meluncurkan penumpasan terhadap protes, sehingga konfirmasi independen sulit untuk diperoleh.

"Lebih dari 700 orang dikabarkan dibunuh dan ratusan orang hilang sejak aparat Suriah memulai penumpasan pada 15 Maret di Daraa, Homs, Banias dan kota-kota lain," kata ICJ dalam sebuah pernyataan.

"ICJ terus menerima laporan-laporan terpercaya yang menunjukkan bahwa mayat ditinggalkan di jalan selama berhari-hari dan korban yang terluka dihalangi mancapai fasilitas medis," katanya.

"Selain itu, sejumlah orang yang berusaha meninggalkan negara tersebut diburu dan dilarang melakukan hal itu oleh badan-badan keamanan di perbatasan," tambahnya.

Pemerintah menyalahkan kekerasan itu pada "geng-geng kriminal bersenjata" dan menggambarkan gerakan protes sebagai sebuah persekongkolan.

Suriah sejak pertengahan Maret dilanda protes yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang menuntut reformasi besar-besaran di negara yang dikuasai Partai Baath selama hampir 50 tahun itu.

Kelompok-kelompok HAM menuduh pasukan keamanan Suriah membunuh ratusan warga sipil dalam penumpasan terhadap demonstrasi damai.

Menurut mereka, ribuan orang Suriah ditangkap dan puluhan orang hilang setelah demonstrasi menuntut kebebasan politik dan diakhirinya korupsi meletus hampir enam pekan lalu.

Pemerintah mengumumkan serangkaian langkah reformasi dalam upaya menenangkan pemrotes, termasuk pembebasan tahanan dan rencana membuat undang-undang baru mengenai media dan perizinan bagi partai politik.

Presiden Bashar al-Assad juga memutuskan mencabut undang-undang darurat, yang disusun pada Desember 1962 dan diberlakukan sejak Partai Baath berkuasa pada Maret 1963.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Suriah, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.

Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.

Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri.

Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.

Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka, demikian Reuters melaporkan. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011