Indramayu  (ANTARA News) - Tidak ada lirikan curiga dari santri dan guru, manakala ada orang asing termasuk pers mendekati aktifitas belajar mengajar di Pondok Pesantren Al-Zaitun pimpinan Syech Panji Gumilang yang saat ini terpa isu kedekatan dengan organisasi Negara Islam Indonesia.

Senyuman disertai sapaan "Assalamualikum" terus terdengar setiap ANTARA berpapasan dengan santri termasuk saat rombongan siswa Madrasah, Jumat pagi berjalan kali dari Asrama mereka sampai Gedung Saiyidina Ali, tempat belajar mereka sepanjang dua kilometer.

Dari barang bawaan para santri tidak ada beda seperti pelajar di kota lain. Ada yang menggunakan tas ransel, tas selempang, ada juga yang menggunakan tas beroda yang berukuran seperti tas minitravel bahkan ada santriwati yang membawa serta boneka mereka.

Mereka berjalan dengan tertib di sebelah kiri jalan, dan sesekali mereka saling bercanda dengan teman-temannya.

Demikian juga saat aktifitas olah raga selepas sholat Dhuhur, sehari sebelumnya, hampir semua larut dengan permainan masing-masing.

Hari itu , semua lapangan terisi berbagai aktifitas mulai sepakbola, futsal, basket, hoki , karate, bulutangkis hingga tennis.

Hoki merupakan cabang yang paling favorit bagi santri Al-Zaytun, dan menurut Yasir Arafat, sang pelatih, saat ini ada 300 atlet hoki dari tingkat madrasah sampai aliyah. Hari itu tampak dua lapangan hoki dipenuhi santri, ada yang latihan menggiring bola, ada latihan bersama kiper dan ada yang berlatih passing antar dua pemain.

Demikian juga karate yang pada hari itu ada upacara kenaikan tingkat . Sebelum upacara mereka berlatih ringan, memperbaiki gerakan jurus.

Tetap Konsentrasi

Sejumlah santri mengungkapkan, mereka tetap berkonsentrasi pada kegiatan belajar dan tidak terpengaruh dengan isu NII yang diluar begitu ramai dibicarakan.

Aris, santri kelas VII asal Yogjakarta mengungkapkan, semua siswa di sini tidak ada yang membicarakan NII karena memang mereka tidak pernah tahu apa ada NII di pondok pesantren itu.

"Syech sudah mengatakan `anak-anak semua isu-isu yang diluar itu Syech yang yang menanggung. Jadi kalian tetap saja konsentrasi belajar," katanya.

Aris juga mengaku, orang tuanya juga menyarankan serupa dengan tetap konsentrasi belajar dan tidak mempedulikan isu-isu NII itu.

Nani, orang tua Alam, santri kelas IV mengatakan, dirinya tidak mempermasalahkan isu NII karena sudah menyaksikan sendiri bagaimana sistem pendidikan di pesantren itu.

"Saya melihat pesantren ini cukup baik karena shalat lima waktu terpantau, gizi makanan dan pemondokan juga sangat bagus, apalagi sistem pembinaannya," kata warga Kebon Jeruk, Jakarta yang ada di Ponpes Al-Zaitun untuk menjenguk anaknya.

Tidak hanya santri dan guru yang terlihat beraktifitas seperti biasa, bahkan pekerja pendukung keberadaan Al-Zaytun seperti pertanian dan peternakan, juga tampak bekerja seperti biasa.

Pak Putut Lambang Pujadi, pengelola usaha peternakan dengan 1.200 sapi juga tetap beraktifitas mengontrol para pekerja di lapangan. Demikian juga Pak Latif yang ketika ditemui sedang mengontrol lahan kacang kedele di sebelah utara pesantren.

Wartawan Mengakui

Ridwan, karyawan yang bekerja sebagai korlip majalah Al-Zaytun mengatakan, siswa di sini tidak terpengaruh dengan isu keterkaitan Al-Zaytun dengan NII yang diberitakan sejumlah media.

"Siswa di sini tampaknya tidak terpengaruh dengan isu NII itu dan itu diakui sejumlah wartawan yang datang ke sini dan mewawancarai santri, semua bisa melihat sendiri bagaimana siswa masih asyik dengan kegiatan mereka masing-masing," katanya.

Ia juga mengatakan, semua aktifitas di sini hanya terkait dengan pendidikan, dan semua isu-isu miring juga sudah dibantah langsung oleh Syech Panji Gumilang saat menggelar jumpa pers dengan wartawan, Rabu (11/5).

Memang, Syech Panji Gumilang seakan memberikan waktu cukup banyak kepada wartawan untuk mengklarifikasi berbagai tuduhan.

"Saya tidak ada kaitan sejarah dengan NII," katanya.

Ia mengulang kembali pernyataan sebelumnya di berbagai acara bahwa, NII memang pernah ada di Indonesia yaitu berdiri 9 Agustus 1949 sampai kemudian bubar tahun 1962.

"Setelah itu selesai, bahkan banyak anjuran agar mereka itu kembali ke pangkuan NKRI," tegasnya.

Ia menjawab dengan lugas diselingi candaan tentang "cuci otak", rekening di Bank Century, bahkan termasuk pernyataan yang dilontarkan seorang wartawan tv yang sebenarnya adalah lulusan Pesantren Al-Zaytun.

"Yang bertanya itu murid saya. Nak anakku di sini ini secara struktural atau apa pun tidak ada hubungannya dengan NII. Bila dikaitkan, saya sendiri tidak mengerti," katanya.

Adanya NII atau tidak memang tidak bisa dibuktikan secara kasat mata, karena organisasi itu adalah organisasi" bawah tanah" yang tidak mungkin muncul secara terbuka, namun tetap saja ada potensi dampak psikologis yang muncul terhadap santri .

"Di sini memang, mereka tidak terpengaruh karena tengah konsentrasi belajar, tetapi saya khawatirkan saat mereka liburan kembali dengan keluarga dan masyarakat, mereka tentu akan mendapat beban jika terus ditanya soal itu," kata Beni SP, salah satu guru Madrasah Al-Zaytun.

Ia berharap, masyarakat bisa memahami bahwa Menteri Agama Suryadharma Ali sudah menegaskan tidak kaitan Ponpes di sini dengan organisasi NII karena semua tuduhan itu hanya berdasarkan dugaan semata.

Saat berkunjung ke Al-Zaytun, Menag menegaskan bahwa kunjungan itu merupakan upaya tabayun (konfirmasi) kepada Syceh Panji Gumilang tentang semua tuduhan yang dimuat sejumlah media.

"Saya tidak bisa menjawab, tetapi wartawan bisa menyaksikan apa yang ada di sini, semua merah putih," katanya.

Kepolisian Negara RI hingga saat ini belum melihat adanya keterkaitan pondok pesantren Al Zaytun di Indramayu dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII).

"Kita belum dapat berkesimpulan bahwa Al Zaytun itu NII, yang ada sekarang ini adalah dugaan-dugaan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar.
(B013/A011)

Pewarta: Budi Santoso
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011