Surabaya (ANTARA News) - Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) menolak bergabung dengan partai politik lain dan memilih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas peninjauan kembali terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pemilu yang diajukannya.

"Dalam pekan-pekan ini mudah-mudahan MK bisa memberikan keputusan yang adil," kata Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), Choirul Anam, dalam Muswil Alim Ulama dan Muskerwil DPW PKNU Jatim, di Surabaya, Senin.

Ia menegaskan bahwa PKNU sengaja tidak bergabung atau melebur dengan partai-partai politik lain dalam Pemilu 2014, kendati telah mendapat tawaran dari partai lain, seperti PKB pimpinan Muhaimin Iskandar dan PKBI pimpinan Yenny Wahid.

"Sekarang ini ada skenario yang menginginkan parpol berbasis keagamaan hancur sehingga jumlah parpol nantinya tinggal tiga. Kalau kita bersatu maka akan lebih mudah dihancurkan, jadi biarkan saja berjalan sendiri-sendiri. Apalagi suara NU secara nasional masih 18 persen. Jadi kalau dibagi antara PKNU, PKB dan PKBI, persentasenya masih cukup besar," katanya.

Anam juga menyoroti sistem "parliamentary threshold (PT)" yang dianggapnya merugikan partai-partai politik kecil dan memberangus suara rakyat dalam pemilu sebelumnya.

Berdasar kalkulasinya, PKNU pada pemilu 2009 seharusnya mendapat 10 kursi di DPR, namun karena ada PT, maka 2,5 persen hilang. "PT 2,5 persen, sedikitnya ada 20 juta lebih suara sah yang dihanguskan. Jika PT lima persen sekitar 50 juta lebih suara sah yang hangus dan kalau PT tujuh persen bisa-bisa separuh suara sah yang akan hangus," katanya.

Menurut dia, cara tepat untuk menyederhanakan jumlah parpol, bukanlah dengan menggunakan PT atau ET. Namun yang lebih penting adalah bagaimana UU Pemilu bisa dilaksanakan secara adil dan jujur sehingga tidak terjadi kecurangan dan praktik jual-beli suara.

"Kalau sistem pemilu tetap seperti sekarang, tentu yang menang adalah yang memiliki uang banyak dan itu sama saja dengan liberalisasi," kata Anam.

Dalam kesempatan itu, dia membantah adanya kiai dan ulama yang bergabung dalam PKNU menyeberang ke partai politik lain karena sampai saat ini belum ada seorang pun dari mereka yang mengajukan pengunduran diri.

"Mereka telah berbaiat akan tetap dalam satu `shof` (barisan) dan satu kata dalam kondisi apa pun untuk memperjuangkan `Iqomatul Haqqi wal Adl ala Islam Ahlussunnah wal Jamaah` melalui PKNU. Anggota NII yang sudah dibaiat kalau mau keluar tidak berani dan sulitnya minta ampun, apalagi ini baiatnya para kiai dan ulama. Kalau mereka mengingkari baiatnya sendiri tentu keulamaannya akan dipertanyakan," kata Anam.
(M038/Z002)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011