Muaro Sijunjung (ANTARA) - Peserta Tour de PDRI etape IV terpukau suara magis Talempong Kayu dan Tari Podang khas Durian Gadang Kabupaten Sijunjung sebagai atraksi budaya mengiringi upaya mengingat simpul sejarah perjuangan bangsa selama Agresi Militer II Belanda.

Berbeda dengan alat musik talempong umumnya yang terbuat dari logam, Talempong Kayu dibuat dari kayu khusus yang diambil dari rimba Nagari Durian Gadang. Masyarakat setempat menyebutnya Kayu Dalo. Konon, jenis kayu itu hanya ada di pedalaman hutan di daerah itu.

Bunyi yang dihasilkan tidak melengking nyaring layaknya talempong biasa. Terasa agak "lembab" dengan tangga nada yang juga lebih sederhana khas musik-musik tradisi. Tangga nada itu biasa dikenal dengan pentatonik atau tangga nada yang menggunakan lima not yang umumnya ditemukan pada musik tradisi hampir di seluruh dunia.

Talempong Kayu tidak dimainkan sendirian, biasanya diiringi dengan Gondang Sapasang (gendang sepasang) dan Oguang (sejenis gong) dan botol limun. Botol limun digunakan dengan cara dipukul. Suara nyaringnya akan meningkahi suara Talempong Kayu sehingga tercipta harmonisasi yang terasa magis.

Kepala Dinas Pariwisata dan Olahraga Sijunjung Afrineldi mengatakan Talempong Kayu biasanya dimainkan dalam upacara adar di Nagari Durian Gadang.

Sebagai musik pengiring tradisi adat, posisinya memang berbeda dari musik biasa. Pemainnya juga tidak bisa siapa saja. Kemampuan itu diwariskan secara khusus dari para orang tua sebelumnya.

Baca juga: Gubernur : Tour de PDRI ajang baru bukan pengganti TdS

Namun, karena keunikan Talempong Kayu yang tidak ditemukan di daerah lain, maka Pemerintah Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat berinisiatif memperkenalkannya sebagai kekayaan budaya daerah guna menarik kunjungan wisatawan.

Saat ini, Talempong Kayu biasanya dipadukan untuk mengiringi Silek Podang (silat pedang) yang dimainkan dua pesilat yang memegang pedang. Silek Podang juga aliran silek khas yang berasal dari Durian Gadang.
Talempong Kayu yang dimainkan Sanggar Aliran Batang Kuantan. (ANTARA/HO-Dinas Pariwisata Sumbar)
Nagari Durian Gadang berbatasan dengan Nagari Silokek, Geopark Nasional memiliki potensi wisata alam yang sangat luar biasa.

Aliran sungai membelah bukit-bukit batu karang terjal menyajikan anugerah tidak terhingga bagi daerah yang hanya berjarak 12 kilometer dari pusat kota Kabupaten Sijunjung itu.

Di Silokek juga banyak terdapat air terjun dan areal persawahan yang tersusun mengikuti kontur tanah perbukitan sehingga memberikan kesan harmonis dengan alam.

Pengelolaan tempat wisata oleh masyarakat setempat juga sangat baik. Tanpa preman pengutip pungli.

Silokek adalah nagari terakhir sebelum memasuki Kecamatan Sumpur Kudus. Daerah yang menjadi salah satu titik penting dalam peristiwa 207 hari Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) 1948-1949. Ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditangkap Belanda dalam Agresi Militer II pada 19 Desember 1948.

Baca juga: Sang Ketua PDRI dan cerita yang tertinggal di tengah rimba

PDRI lahir sebagai penyelamat negara. Mematahkan propaganda Belanda pada dunia bahwa Indonesia tidak lagi ada setelah dua pemimpinnya di tangkap dan diasingkan.

PDRI menyiarkan pada dunia internasional (India) melalui saluran radio markoni milik Angkatan Udara RI bahwa pemerintahan darurat telah berdiri, Indonesia masih ada.
Keindahan Silokek. (ANTARA/Dinas Pariwisata Sumbar)
Kehadiran PDRI membuat Belanda geram. Daerah-daerah yang diperkirakan menjadi pusat pemerintahan darurat itu dibombardir dengan pesawat.

Oleh karena itulah, Syafruddin Prawiranegara dan Teuku Moh. Hasan harus meninggalkan Bukittinggi setelah sepakat memproklamirkan PDRI, sebab Bukittinggi termasuk daerah yang dibombardir Belanda.

Salah satu tempat yang menjadi persembunyian pejuang PDRI adalah Nagari Silantai, Kecamatan Sumpur Kudus. Wali Nagari Perang Silantai Hasan Basri menyediakan rumahnya untuk menjadi tempat rapat Kabinet PDRI.

Hingga saat ini, rumah yang menjadi saksi PDRI dan betapa kuatnya dukungan rakyat Minangkabau terhadap kelangsungan negara Indonesia itu masih bisa ditemui. Kondisi rumah panggung dari papan itu relatif baik karena telah di tetapkan menjadi salah satu cagar budaya di Sijunjung.

Rumah PDRI Sumpur Kudus yang terletak di Jalan Jorong Koto, Nagari Silantai, Kecamatan Sumpur Kudus tercatat sebagai cagar budaya di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar dengan nomor inventaris 06/BCB-TB/A/17/2007.

Beberapa barang peninggalan masih terpelihara dengan baik, di antaranya tongkat yang digunakan Syafruddin Prawiranegara, beberapa foto, salinan mandat Presiden Soekarno-Wakil Presiden Hatta pada Syafruddin Prawiranegara yang saat itu menjabat Menteri Kemakmuran untuk mendirikan PDRI, buku karya Syafruddin Prawiranegara, meja, dan kursi.

Baca juga: Pecinta sepeda ontel ramaikan Etape III Tour de PDRI

Sekretaris Nagari Silantai Dapid mengatakan rapat Kabinet PDRI dilakukan di ruang tengah rumah itu. Ruangan dibersihkan dan para pejuang duduk bersila.

Selain Rumah Wali Nagari Perang itu, peninggalan perjuangan PDRI di Silantai lainnya berupa surau yang berada di pinggir sungai, berbatasan langsung dengan persawahan warga. Namun, kondisinya sekarang tidak terawat.

Wisata budaya, geopark, dan historis PDRI menjadi suatu rangkaian yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi satu paket wisata secara komplet. Selain untuk menyegarkan diri, juga bisa sambil mengingat sejarah bangsa.

Upaya itu dimulai dengan kegiatan Tour de PDRI, ajang eksibisi sepeda melibatkan TNI/Polri serta komunitas yang melintasi rute-rute yang pernah dilewati pejuang PDRI.

Namun, menurut Kepala Dinas Pariwisata Sumbar Novrial, pada tahap awal Tour de PDRI difokuskan untuk menginventarisasi peninggalan yang masih tersisa dan kondisi terkini.

"Tahun ini kita fokus inventarisir. Tahun depan kita mulai pikirkan untuk membuat paket wisata," ujarnya.

Mungkin, menjadikan sejarah bangsa sebagai  kesatuan dengan paket wisata bisa menjadi solusi agar generasi selanjutnya tidak lupa bahwa apapun yang bisa dinikmatinya saat ini berkat pengorbanan darah, keringat, harta, bahkan nyawa pejuang yang sebagian besar telah kembali ke pelukan bumi, menjadi "pupuk" untuk generasi selanjutnya bisa tumbuh, mekar, dan mengharumkan nama bangsa.

Baca juga: Meniti sejarah di Etape II Tour de PDRI 2021
Baca juga: Gubernur Sumbar salurkan bantuan di basis PDRI

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021