Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) mengingatkan bahaya revolusi teknologi society 5.0 bagi masyarakat Indonesia.

“Contoh sederhana sampah teknologi, lebih banyak Instragram berisi akting daripada substansi. Lebih banyak foto-foto tidak produktif ketimbang pendidikan, termasuk Instagram saya masih menampilkan foto-foto tidak produktif,” kata Muhaimin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Hal itu disampaikan Muhaimin saat membuka “Lokakarya Peran Pengasuh Pesantren Putri Dalam Implementasi SDG’s Berkelanjutan” yang diadakan Forum Pengasuh Pesantren Putri (Fasatri) di Jakarta, Senin.

Menurut Gus Muhaimin, society 5.0 muncul sebagai antisipasi atas isu disrupsi akibat revolusi 4.0 yang melahirkan ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas.

Baca juga: Muhaimin sebut Gus Yahya dan Gus Dur miliki kesamaan

Dia menilai masyarakat Indonesia hanya mengambil sampah teknologinya, sedangkan kemajuan dan produktivitasnya tidak diambil.

“Sekarang memang semua serba internet dan teknologi. Satu handphone dapat menyelesaikan banyak persoalan dalam 24 jam. Wajar kalau kita tidak bisa lepas dari handphone,” jelas Muhaimin.

Dengan kemajuan teknologi, kata dia, semua menjadi lebih murah. Tidak perlu lagi kertas dan tidak perlu lagi printer. Pabrik kertas tidak laku lagi.

“Itu bagus, satu lembar kertas bisa menggunakan sekian pohon. Sebentar lagi rapor-rapor siswa tidak perlu dicetak, cukup lewat handphone. Di Yogyakarta sudah berlaku rapor siswa tidak lagi dicetak, semua sudah lewat handpohne. Orang tua dapat langsung mengontrol anaknya lewat handphone,” katanya.

Baca juga: Gus Muhaimin raih penghargaan pimpinan DPR humanis dan demokratis

Gus Muhaimin menambahkan tidak ada satu pun masyarakat Indonesia yang tidak menyesuaikan diri dengan revolusi society 5.0. Sebab, jika tidak dapat menyesuaikan diri akan tertinggal.

“Peneliti asal Jepang menyimpulkan bahwa revolusi society 5.0 akan menimbulkan ketidakpastian kompleks dan ambigu. Ketidakpastian dalam arti ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi tradisi. Ambigu, sendiri berarti terjadi dua dunia, dunia lama dan baru dalam satu titik yang semakin tidak jelas,” kata Muhaimin menjelaskan.

Gus Muhaimin yang juga Ketua Umum DPP PKB, di Jakarta mengatakan dampak revolusi society 5.0 sudah sangat terlihat. Anak-anak muda tidak lagi bertetangga, tidak berkomunikasi, dan tidak bertemu melalui fisik, tetapi lebih bertangga melalui handphone.

Baca juga: Gus Muhaimin: Peran wartawan parlemen sangat penting angkat citra DPR

Muhaimin mengakui jika menghubungi anak-anak saat ini sangat susah melalui telepon ataupun Whatsapp (WA). Lebih cepat melalui pesan Instagram, karana di WA belum tentu satu jam dibalas, tapi kalau lewat DM Instagram, mereka bertetangga.

“Sosial media bukan menjadi nilai tambah malah menjadi nilai tak berarti. Semua harus lebih efisien, cepat, dan murah,” kata Muhaimin.

Sementara itu, Ketua Fasatri Hindun Anisah menyoroti kehadiran pesantren putri yang lebih digdaya dengan melek teknologi. Dengan memahami teknologi, maka ruang perjuangan santri semakin baik, terutama santri perempuan.

“Digitalisasi sejalan dengan pesantren,” tutur Pimpinan Pondek Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah.

Pewarta: Fauzi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021