Ankara (ANTARA News) - Pemimpin dewan pemberontak Libya akan mengadakan pembicaraan di negara anggota NATO Turki dalam kunjungan dua hari yang dimulai Senin, demikian menurut kementerian luar negeri Turki.

Mustafa Abdul Jalil, pemimpin Dewan Transisi Nasional (TNC) yang berkantor di markas besar pemberontak di Benghazi, akan menemui Presiden Abdullah Gul, Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan dan Menlu Ahmet Davutoglu, menurut pernyataan kementerian itu, Ahad.

Kunjungan tersebut akan menandai kontak tingkat tertinggi sejauh ini antara Turki, anggota satu-satunya NATO yang mayoritas Muslim, dan oposisi pemberontak Libya menyusul keengganan Ankara pada awalnya untuk mendukung aksi militer di negara Afrika yang dicabik perang itu.

Pembicaraan itu akan berpusat "pada perkembangan terakhir di Libya dan cara-cara untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama dalam prakarsa bantuan kemanusiaan yang negara kami lakukan untuk rakyat Libya", kata pernyataan tersebut.

Turki telah mengusulkan "peta jalan" untuk mengakhiri kekacauan di Libya, mendesakkan gencatan senjata segera, pencabutan blokade oleh pasukan rezim itu atas kota-kota yang dikuasai pemberontak dan prakarsa "proses transformasi" yang akan membawa ke pemilihan bebas.

Negara itu mempertahankan kontak dengan TNC melalui konsulatnya di Benghazi dan pada April, Davutoglu telah bertemu dengan salah seorang anggota senior dewan tersebut di Qatar.

Awal bulan ini, Erdogan mendesak pemimpin Libya Muamar Gaddafi untuk "menyerahkan kekuasaan dengan segera dan meninggalkan Libya".

Pengunduran diri Gaddafi telah menjadi "tak dapat dihindarkan", kata Davutoglu, yang menambahkan pemimpin Libya itu "harus melakukan langkah bersejarah itu atas nama masa depan Libya, integritas wilayah dan perdamaian".

Turki telah memperkeras nadanya setelah pada awalnya mengecam serangan udara pimpinan Amerika Serikat di Libya yang dilancarkan pada 19 Maret dan menegaskan peran tempur terbatas bagi NATO ketika aliansi itu mengambilalih komando.

Turki menolak mengambil bagian dalam serangan udara itu, tapi menyumbang enam kapal militer pada misi patroli untuk melaksanakan embargo senjata yang dimandatkan PBB di perairan Libya.

Negara itu juga telah melakukan beberapa operasi kemanusiaan, khususnya evakuasi lebih dari 300 warga Libya yang terluka dari wilayah yang dikuasai pemberontak untuk mendapat perawatan di Turki, demikian AFP melaporkan . (S008/S004/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011