Denpasar (ANTARA News) - Polda Bali masih punya cukup waktu untuk merampungkan Berita Cara Pemeriksaan (BAP) terhadap empat tersangka pelaku peledakan bom di Jimbaran dan Kuta 1 Oktober 2005 lalu sebelum masa tahanan para tersangka habis. "Sesuai ketentuan yang ada, kita masih punya cukup waktu untuk itu, sehingga kecil kemungkinan para tersangka harus keluar dari ruang tahanan, sehubungan masa penahanan mereka habis," kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol AS Reniban, di Denpasar, Kamis. Ia mengungkapkan, untuk proses penyidikan terhadap pelaku teror, berbeda dengan tindak pidana lain pada umumnya, dimana batas waktu penahanan yang dimiliki polisi cukup singkat. Sementara untuk aksi teror, ketentuan penahanan terhadap para tersangka seperti yang diamanatkan undang-undang, relatif cukup lama diberikan kepada aparat penyidik, ujar Reniban. Berdasarkan ketentuan Undang Undang (UU) No.15 tahun 2003 tentang terorisme, lanjut Kabid Humas, polisi selaku penyidik dibenarkan melakukan penahanan selama empat bulan kepada para tersangka untuk kepentingan proses pemberkasan. Bila selama batas waktu yang diberikan itu berkas penyidikan belum juga rampung, demi hukum para tersangka harus dibebaskan dari ruang tahanan polisi. "Tapi kita masih tenang, waktunya masih cukup, mengingat keempat tersangka baru kita tahan selama kurang lebih dua bulan," ujar Reniban. Kabid Humas mengungkapkan, dapat dipastikan keempat tersangka nantinya akan dikenakan pasal ancaman hukuman mati, setelah Anif Zulhanudin alias Pendek (24) menyusul dijerat pasal tersebut. Anif yang sebelumnya hanya dituduh telah menyembunyikan informasi tentang aksi terorisme, menyusul terungkap selaku orang yang berperan langsung dalam aksi tersebut, sehingga pasal ancaman hukumannya pun kini menjadi berubah. Dikatakan, dari hasil pengembangan di lapangan, ditemukan bukti cukup kuat kalau Anif juga salah seorang pelaku peledakan yang merenggut 23 nyawa manusia itu. Karenanya, kata Reniban, Anif yang semula dijerat pasal 13 Undang Undang (UU) No.15/2003 tentang terorisme, yakni orang yang telah menyembunyikan informasi tentang adanya kasus teror bom di Tanah Air, kini pasal ancamannya menjadi berubah. "Pria asal Semarang, Jawa Tengah itu kini diancam pasal 6 UU No.15 tahun 2003, jo pasal 55 KUHP, yang ancaman tertingginya hukuman mati," ungkap Reniban. Di hadapan petugas penyidik, Anif mengaku sempat dipersiapkan sebagai orang yang akan membawa bom ke Jimbaran atau Kuta, namun tidak jadi karena telah digantikan oleh pemeran lain. "Saya sempat diminta Noordin Mohamad Top untuk `berjihad`, yakni membawa bom yang harus diledakkan di Jimbaran atau di Kuta," kata Anif seperti yang ditirukan petugas. Namum, beberapa pekan menjelang pelaksanaan pada 1 Oktober tahun lalu, Noordin mendadak memberikan peran itu kepada orang lain, dengan alasan Anif masih diperlukan untuk kegiatan di lapangan, antara lain berdakwah. Sementara tiga tersangka lain yang telah diancam pasal hukuman mati, meliputi Mohamad Cholili alias Yahya (28), Abdul Azis (30), dan Dwi Widianto alias Wiwid (31). Cholili terungkap sebagai warga asal Malang, Jawa Timur, sedang Abdul Azis dan Wiwid masing-masing diketahui pria kelahiran Pekalongan dan Semarang, Jawa Tengah. Kendati demikian, Reniban tidak bersedia merinci peran mereka masing-masing dalam aksi bom Bali II, karena masih harus dilakukan pendalaman lebih lanjut. Untuk kepentingan penyidikan dan pemberkasan, keempat tersangka yang berhasil ditangkap petugas secara bergiliran di daerah Jateng dan Jatim sejak pertengahan Nopember 2005, kini ditahan pihak tim investigasi kasus bom Bali II di Denpasar. Aksi peledakan bom pada tiga titik di Jimbaran dan Kuta, 1 Oktober 2005, selain tercatat menelan 23 korban jiwa, juga sedikitnya 196 korban lain mengalami luka-luka.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006