Varna, Bulgaria (ANTARA News/Reuters) - Operasi militer Pakta Pertahanan Atlantik Urata (NATO) di Libya mendekati sasaran dan pemerintahan Muammar Gaddafi akan segera berakhir, kata Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Senin.

"Operasi kami di Libya telah mencapai tujuan ... Kita membuat kemampuan Gaddafi tergerus serius untuk membunuhi warganya sendiri", kata Rasmussen pada sebuah forum NATO di Varna.

"Pemerintahan teror Gaddafi akan datang berakhir. Dia kini semakin terisolasi di dalam dan di luar negeri. Bahkan orang-orang terdekatnya pun sudah berangkat, lari, atau meninggalkannya," kata petinggi NATO itu.

Sementara itu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Konferensi Islam (OKI), Liga Arab dan Uni Afrika (AU) dijadwalkan bertemu di Kairo, Mesir, pada Senin (30/5), untuk mencari penyelesaian krisis Libya.

"Pertemuan badan-badan dunia itu akan memfokuskan pembahasan mengenai Libya," kata Sekretaris Jenderal Liga Arab, Amr Moussa, kepada suratkabar Al Hayat, Sabtu.

Amr Moussa saat ini masih menjabat sebagai Sekjen Liga Arab kendati sekjen baru organisasi regional beranggotakan 22 negara Arab itu telah terpilih, yaitu Menteri Luar Negeri Mesir Nabil Al Arabi dalam pertemuan tingkat Menlu Liga Arab di Kairo belum lama ini.

Sekjen baru Liga Arab akan resmi menjabat setelah mendapat pengesahan dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab yang belum ditentukan.

Di sisi lain, Sekjen Moussa mendesak pemerintah Tripoli dan gerilyawan yang bermarkas di Benghazi untuk melakukan gencatan senjata.

"Penyelesaian tidak bakal terwujud bila pertempuran terus berlangsung," katanya.

Sementara itu, pesawat-pesawat tempur NATO terus membombardir posisi-posisi strategis pasukan yang loyal kepada Presiden Muammar Gaddafi.

Jaringan televisi pan Arab, Al Jazeera, melaporkan bahwa terdengar ledakan dahsyat di Bab Al Aziziya, Tripoli, yang berdekatan dengan kediaman Gaddafi pada Sabtu pagi.

Pasukan NATO dilaporkan telah beberapa kali menargetkan serangannya di wilayah tersebut dalam sepekan terakhir.

Tekanan internasional semakin kuat setelah Presiden Rusia Dmitry Medvedev pada Jumat (27/5) mendesak pemimpin flamboyan Libya itu untuk mengundurkan diri. (H-AK/A023)(*)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011