Pasuruan, Jawa Timur (ANTARA News) - Pememerintah merancang pola kerja sama antara Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah dengan 3.000 Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS) di seluruh wilayah Indonesia, demikian dikatakan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar, Sabtu.

"Sinergi ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas peserta latihan kerja yang didominasi para pencari kerja dan calon wirausahawan," kata Menakertrans Muhaimin saat meresmikan Balai Latihan Kerja (BLK) Yayasan Wahid Hasyim Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Hadir dalam acara itu Ketua Umum PBNU Said Agil Siraj yang mendampingi kunjungan Menakertrans Muhaimin di Jawa Timur.

Menurut menteri, masalah utama sistem pendidikan dan pelatihan kerja nasional adalah rendahnya kualitas lulusan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan formal maupun pendidikan non-formal.

Salah satu penyebabnya, katanya, adalah belum dilengkapinya pendidikan dengan standar kompetensi kerja, sehingga hanya sedikit lulusan yang akhirnya terserap di pasar kerja.

Untuk itu, Kemenakertrans merancang pola kerja sama antara Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah dengan Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Menakertrans Muhaimin juga mengatakan bahwa untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan, pemerintah berupaya memberdayakan ekonomi masyarakat miskin dan produktif dengan meningkatkan kualitas dan kompetensi SDM melalui pendidikan, pelatihan, dan program magang.

Pencari kerja dan calon wirausahawan perlu difasilitasi agar mempunyai akses dan kesempatan untuk mempresentasikan potensinya melalui pendidikan dan pelatihan kerja berbasis kompetensi.

"Di sinilah peran utama BLK dan LPKS dalam mempersiapkan mereka agar masuk pasar kerja atau menciptakan lapangan kerja baru," papar Muhaimin.

Menteri menyebutkan ada lima komponen utama yang menjadi sasaran dalam kerjsama BLK dan LPSK yaitu peningkatan dan perbaikan peralatan pelatihan, perbaikan sarana dan prasarana BLK, peningkatan profesionalisme dan jumlah tenaga kepelatihan serta instruktur BLK dan pembenahan kurikulum pelatihan.

"Sasaran kerja sama ini disesuaikan dengan program revitalisasi BLK yang dilakukan dengan cara peningkatan kualitas dan kuantitas program pelatihan berbasis kompetensi, serta peningkatan kualitas manajemen BLK dan LPSK. Bentuk kerja samanya bisa melalui bimbingan teknis, pelatihan instruktur maupun bantuan peralatan dan bantuan program pelatihan," tutur Muhaimin.

Saat ini, lanjut Muhaimin, pemerintah tengah mempersiapkan pola kerja sama kemitraan antara pengelola BLK pemerintah dan swasta.

Nantinya, ada beberapa keuntungan dalam kemitraan, yakni peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kerja sesuai kebutuhan pasar tersedia tenaga kerja yang siap pakai dan sinergi, menambah akses bagi para pengusaha yang mencari calon pekerja dan terbukanya lapangan kerja baru yang menguntungkan masyarakat.

Berdasarkan data Kemenakertrans tahun 2011, jumlah Balai Latihan yang sedang beroperasi adalah 237 BLK milik Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota, yang terdiri atas 195 BLK Industri, 18 BLK Ketransmigrasian, dan 24 Balai Pengembangan Produktivitas.

Sedangkan Kemenakertrans mengelola 18 Balai Latihan yang terdiri atas 11 BLK Industri, yaitu BLK UPTP (unit pelaksana teknis pusat) milik Kemenakertrans.

BLK tersebar di Serang, Semarang, Banda Aceh, Samarinda, Ternate, Jakarta, Surabaya, Medan, Balai Besar Pengembangan Pelatihan Dalam Negeri Bandung, Balai Besar Pengembangan Pelatihan Luar Negeri Bekasi dan BLKI Sorong, serta enam Balai Latihan Ketransmigrasian dan satu Balai Pengembangan Produktivitas.

Saat ini sedang dibangun 58 BLK yang belum beroperasi karena menunggu kesiapan infrastruktur terutama kelengkapan gedung "workshop", peralatan pelatihan dan instruktur.

Apabila seluruh BLK yang telah dibangun dan beroperasi maka seluruhnya akan menjadi 313 Balai Latihan.

Pelatihan kerja juga diselenggarakan oleh Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dengan jumlah lebih dari 3.000 lembaga.

Dikatakan pula, pesantren merupakan sistem pendidikan alternatif yang sangat berbeda dari sistem pendidikan negeri.

Untuk mempertahankan eksistensi dan kemandiriannya, pesantren perlu menata ulang kurikulum, dan orientasi pendidikannya agar lebih menekankan pembentukan kompetensi dan pengembangan keterampilan yang mengacu pada dunia kerja, tanpa mengurangi peran kurikulum agama Islam.

"Lulusannya tidak semata-mata menguasai bidang keagamaan saja, tapi juga memiliki keterampilan atau kompetensi sesuai dengan kebutuhan pasar kerja," kata menteri.

Pondok pesantren, kata dia, memiliki potensi besar dalam bidang pendidikan formal maupun non-formal, keagamaan dan sosial dapat ditingkatkan peran, kontribusi dan partisipasinya dalam rangka pemberdayaan masyarakat.

Pada santri BLK sebagai agen perubahan, diharapkan dapat menjadi pelopor dalam pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan ekonomi produktif, dan pendidikan non-formal atau pelatihan keterampilan. (A025/C004)

(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011