Berdasarkan statistik, bank gagal bukan karena kompetisi, tapi karena dananya diambil oleh pemiliknya, dirampok pemiliknya. Jadi tidak ada istilah asing atau domestik kalau diurusnya tidak betul akan kami sentil juga.
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Mirza Adityaswara menilai rencana Bank Indonesia (BI) membatasi kepemilikan saham maksimal di perbankan adalah sebuah gagasan yang bagus, mengingat kemungkinan timbulnya masalah dari pemegang saham yang dominan.

"Ini baik bagi industri perbankan jika diberlakukan. Tapi mungkin perlu waktu tiga sampai tujuh tahun, karena ini 'kan berarti Danamon, Niaga, BII, Permata, Bank Ekonomi, dan lainnya harus divestasi dan harus ke investor pasar atau ke investor strategis yang tidak terafiliasi tapi prudent," kata Mirza Adityaswara di Jakarta, Jumat.

Di negara maju, masih kata Mirza, pengelolaan bank seluruhnya menjadi tanggung jawab manajemen yaitu direksi dan komisaris. Namun di negara berkembang, seperti Indonesia, mungkin masih diperlukan pemegang saham pengendali sehingga kalau bank tersebut ada masalah maka bisa dimintai pertanggungjawaban.

"Tapi memang kelemahan dari adanya pihak yang dominan atau pemegang saham pengendali adalah jika bank disalahgunakan para konglomerat seperti jaman sebelum krisis 1998. Itu sebabnya kunci terletak di fit and proper test oleh BI dan integritas dari bank sentral sebagai pihak yang melakukan fit and proper test," katanya.

Baru-baru ini, BI menyatakan pihaknya sedang mengkaji aturan pembatasan kepemilikan saham maksimal di perbankan dengan tidak membedakan apakah itu asing atau lokal, karena selama ini kebangkrutan sebuah bank lebih banyak dilakukan oleh pemilik mayoritasnya.

"Berdasarkan statistik, bank gagal bukan karena kompetisi, tapi karena dananya diambil oleh pemiliknya, dirampok pemiliknya. Jadi tidak ada istilah asing atau domestik kalau diurusnya tidak betul akan kami sentil juga," kata Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad, beberapa waktu lalu.

Untuk masa mendatang, BI ingin mendorong kepemilikan di bank tidak terpusat di satu pihak saja yang menjadi pemilik dominan. Bank sentral ingin mengarahkan bank-bank di tanah air menjadi perusahaan terbuka.

"Kami ingin tingkatkan governance, agar kontrol dan pengelolaan bank itu bisa jadi lebih berimbang, check and balance. Kalau bank menjadi perusahaan publik, pengawasnya tidak hanya BI, tapi juga Bapepam, para pengamat, analis, dan publik pun jadi pengawas," kata Muliaman.

(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011