Mata uang Dolar AS dan Yuan China. ANTARA/Shutterstock/rustamxakim/aa.

Tak selalu seiring

Fakta itu membuat kagum sebagian teknokrat Barat yang mengakui intervensi luas pemerintah dalam ekonomi ternyata tak terlalu buruk.

Ekonomi liberal Barat selalu berusaha menghindari intervensi langsung pemerintah terhadap pasar.

Itu berbeda dengan China yang salah satunya terlihat dalam cara mengelola mata uang. China mengelola rezim fixed rate, sedangkan Barat menyerahkan kepada pasar melalui apa yang dikenal dengan rezim mata uang mengambang.

Tetapi Amerika sendiri pernah melalui masa ketika intervensi pemerintah justru menjadi kunci mengakhiri Depresi Besar 1930-an setelah mengadopsi teorisasi ekonom masyhur John Maynard Keynes bahwa mesti ada intervensi pemerintah melalui kebijakan-kebijakan publik guna mendorong lapangan kerja dan stabilitas harga.

Menariknya, China malah merangkul ekonomi pasar dan teorisasi Keynes itu dalam konteks pemerintah. Ini bertolak belakang dengan Marxisme ekomomi Karl Marx.

Intinya, China merangkul ekonomi pasar namun fondasinya intervensi pemerintah.

Mendekatnya China kepada ekonomi pasar sudah terjadi lama, tepatnya sejak Deng Xiaoping berkuasa itu. China pada era Deng malah beranggapan instrumen apa pun yang bisa memajukan China adalah instrumen baik yang harus diadopsi China.

Ini sejalan dengan adagium terkenal Deng bahwa "tak masalah kucing itu hitam atau putih, yang penting bisa menangkap tikus".

China tidak mengambil jalan ekonomi ala Soviet yang gagal total, sebaliknya merangkul ekonomi pasar seperti berlaku di Barat.

Baca juga: Pemulihan ekonomi China kuartal IV lebih cepat, tanda lebih kuat 2021

China bahkan pernah belajar dari "bapak neoliberal" Milton Friedman, sampai-sampai sejumlah pakar termasuk Naomi Klein di atas menyebut China pada dasarnya neoliberalis.

Klein tidak asal ngomong karena ketika China mulai merangkul ekonomi pasar, adalah Milton Friedman yang menuliskan program liberalisme ekonomi untuk Partai Komunis China (PKC).

Friedman diundang datang ke China oleh Deng pada 1980 untuk menguliahi para birokrat eselon atas dan para profesor China serta ekonom-ekonom PKC tentang fundamental teori pasar bebas.

Beberapa tahun kemudian China berhasil mengubah diri menjadi salah satu kekuatan ekonomi raksasa di dunia yang pada akhirnya membesarnya postur-postur nasional yang lain, termasuk kapabilitas militer.

Dan uniknya semua itu ditempuh tanpa meninggalkan komunisme. Situasi seperti ini membuat para pakar hubungan internasional seperti Stephen Hagard menyebut "demokrasi dan kebijakan ekonomi berorientasi pasar" tidak selalu seiring.

Ironisnya, model pembangunan China itu menarik perhatian banyak rezim dan negara di dunia.

China sendiri menjadi lebih aktif menyalurkan sumber daya ekonomi dan investasinya ke sejumlah negara "tanpa mempedulikan" sistem, rezim dan bahkan realitas politik di negara itu.

Baca juga: Batas kepemilikan modal asing di industri otomotif China dicabut
Baca juga: China pangkas daftar negatif investasi asing untuk tahun kelima beruntun


Selanjutnya : tidak ambigu

Copyright © ANTARA 2022