London (ANTARA News) - Muslimat Nahdlatul Ulama di Inggris (NU UK) menyatakan sangat prihatin dengan nasib yang menimpa para tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi, terutama dengan kasus yang menimpa Ruyati, tenaga kerja wanita yang harus mengorbankan jawanya demi menghidupi keluarga.

Keprihatinan itu disampaikan Ketua Muslimat NU UK Dra Afrahul Fadhilah Ibrahim kepada Antara London pada Jumat sehubungan dengan hukuman pancung yang dijatuhkan Arab Saudi terhadap Ruyati.

Kejadian yang menimpa Ruyati sangat memprihatinkan bangsa Indonesia, ujar istri D Effendi itu yang sempat bekerja menjadi dosen agama Islam di Politeknik Universitas Sumatra Utara selama tiga tahun sebelum mendapat tugas ke Inggris.

Menurut Fadhilah, demikian Dra Afrahul Fadhilah Ibrahim disapa, kasus yang dialami Ruyati mungkin hanya sebahagian kecil saja dari banyak hal yang dialami dan dirasakan TKW lain yang bekerja di Arab Saudi.

Menurut Fadhilah pernah belajar di Pesantren Purba Baru di Tapanuli Selatan Sumatra Utara, mungkin masih banyak lagi para TKW yang bernasib demikian yang diperlakukan kasar oleh majikannya di Arab walau tidak semua.

Dikatakannya, berbeda dengan di Inggris, TKW sangat dihargai dan hormati. Meski Inggris jelas-jelas bukan negara muslim, tetapi warganya sangat menghormati TKW.

Bahkan di Inggris TKW mendapat libur dalam seminggu satu hari atau satu hari setengah ada juga yang kerja hanya lima hari seminggu, ujar ibu tiga putri ini.

Dipanggil Darling

Menggambarkan keramahan majikan di Inggris terhadap TKW, Fadhilah mengatakan bahwa para majikan di Inggris sering menanyai TKW dengan kalimat "Are you OK", kadang-kadang memanggil dengan panggilan darling (sayang).

Kondisi di Inggris itu bertolak belakang dengan di Arab Saudi yang kadang-kadang memanggil TKW dengan sebutan baqarah (lembu). "Subhanallah," kata Fadhilah.

Menurut dia, tampak sekali perbedaan yang begitu jauh perlakuan tenaga kerja Indonesia yang bekerja sebagai TKW di Inggris dan di Arab Saudi.

Begitupun dalam hal gaji, kadang-kadang TKW di Arab sampai lima bulan tidak terima gaji. Sedangkan di Inggris mereka menerima gaji setiap minggu dengan gaji yang jauh lebih tinggi dibandingkan di Arab Saudi.

Rumah Fadhilah di daerah Colindale juga menjadi tempat berbagi bagi anak-anak dan tenaga kerja domestik asal Indonesia yang jumlahnya puluhan bahkan mencapai ratusan di Inggris, baik yang menghadapi masalah maupun hanya sekedar bercerita dan berbuka puasa bersama.

Bahkan di rumahnya pernah diadakan pesta pernikahan seorang pekerja domestik wanita dengan sang kekasihnya dari negara lain. Rumah kontrakannya itu terbuka bagi siapa pun dan selalu disambut dengan hangat.

Dengan berbagai kasus buruk yang menimpa tenaga kerja Indonesia di Arab, Fadhilah bertanya-tanya apakah pemerintah Indonesia masih akan terus mengirimkan TKI ke Arab, atau mengubah kebijakannya dengan meningkatkan hubungan dengan Eropa dan mengirimkan tenaga kerja ke Inggris, Jerman, Prancis, dan negara lainnya yang banyak membutuhkan pekerja.

(ZG/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011