Banjarmasin, (ANTARA News)- Kekhawatiran berbagai kalangan atas kondisi hutan di Propinsi Kalimantan Selatan cukup beralasan karena begitu rakusnya industri kayu mempergunakan kayu hutan alam, sehingga 10 tahun atau satu dasawarsa kedepan, diprediksi hutan di wilayah ini akan mengalami kerusakan total. Prediksi tersebut muncul dalam diskusi publik menyoal kasus industri kehutanan di Kalimantan Selatan yang diselenggarakan kerjasama antara Walhi Kalsel, Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF) , Internasional NGO Forum on Indonesia Development (Infid), dan Community Aliance For Pulb-Paper Advocasy (CAPPA) di Banjarmasin, Jumat (20/1). Prediksi itu muncul melihat kondisi yang ada begitu rakusnya industri kayu memanfaatkan kayu hutan alam mengingat kebutuhan industri kayu legal di Kalsel capai 3,8 juta meterkubik (M3) per tahun, sementara kemampuan pasok hutan alam yang dianggap lestari, versi Menteri Kehutanan cuma 66 ribu M3 (kebijakan kuota tebang) pada tahun 2003 lalu. Kebijakan Menhut tentu saja menimbulkan devisit kebutuhan sebesar 3,7 ribu M3 per tahun. Jika seluruh kekurangan itu diambil dari hutan Kalsel dengan asumsi 44 M3 per hektare maka dapat dipastikan 10 tahun kedepan hutan Kalsel mengalami kerusakan total. Penyebab lainnya, kerusakan hutan Kalsel kurangnya pengawasan dan akuntabilitas perusahaan perkayuan menyebabkan hutan produksi yang dialokasikan melanggar nilai-nilai konversi (keberlanjutan) dan diekploitasi secara berlebihan tanpa benar-benar dibarengi dengan upaya penanaman kembali. Hutan Tanaman Industri yang awalnya dikembangkan bagi upaya untuk mendukung kelestarian dan keberlanjutan proses produksi kayu bagi kebutuhan industri dan sebagai upaya konservasi bagi lahan-lahan kritis, ternyata justru menjadi bagian dari salah satu penyumbang besar kerusakan hutan alam, melalui konversi kawasan hutan tanpa realisasi tanam yang memadai. Perusahaan HTI hanya menanami kawasannya sekitar 156 ribu hektare atau kurang dari 50 persen luas total konsesi HTI yang diberikan. Belum lagi konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit juga mempercepat kerusakan hutan Kalsel, penebangan kayu secara liar (ilegal logging), pertambangan, pembukaan lahan untuk pertanian, serta bencana alam yang memberikan andil bagi kerusakan hutan Kalsel tersebut. Dampak akibat buruknya pengelolaan hutan tersebut menurut diskusi yang diikuti berbagai kalangan tersebut, adalah terjadinya konflik lahan, konflik kepentingan, serta konflik sosial. Selain itu dampak lain adalah hilangnya keanekaragaman hayati, hilangnya akses rakyat terhadap sumber-sumber kehidupan serta menurunnya fungsi hutan sebagai kawasan penyangga disamping kerugian negara, banjir dan tanah longsor, kekeringan, dan perubahan iklim.(*)

Copyright © ANTARA 2006