"Jika kita memiliki kemampuan patroli maritim yang baik maka berbagai kegiatan ilegal termasuk di laut dapat ditekan dan kerugian negara yang besar juga dapat dihindari," ujar Dirjen.
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia meminta dukungan teknis berupa radar, alat sensor, dan peningkatan daya mampu kapal patroli maritim kepada Amerika Serikat (AS) untuk mengamankan Selat Malaka. "Untuk mengoptimalkan pengamanan di Selat Malaka, maka RI akan meminta dukungan teknis kepada Amerika Serikat," kata Dirjen Strategi Pertahanan (Strahan) Departemen Pertahanan, Mayjen TNI Dadi Susanto usai memimpin Mini Dialog Kerjasama Keamanan RI-AS (Indonesian US Security Dialogue - IUSSD) di Jakarta, Jumat. Ia mengatakan dengan terbatasnya anggaran pertahanan saat ini Indonesia memerlukan dukungan teknis dari luar untuk dapat meningkatkan daya mampu pertahanannya termasuk di bidang patroli maritim. Dadi mencontohkan Indonesia mengalami kerugian hampir 4 milliar US Dollar akibat illegal fishing (pencurian ikan) termasuk di wilayah Selat Malaka. "Jika kita memiliki kemampuan patroli maritim yang baik maka berbagai kegiatan ilegal termasuk di laut dapat ditekan dan kerugian negara yang besar juga dapat dihindari," ujarnya. Hanya saja, tambah Dadi, untuk meningkatkan daya mampu tersebut Indonesia belum dapat optimal karena terbatasnya anggaran. "Oleh karena itu kita berharap AS yang juga berkepentingan terhadap keamanan di Selat Malaka dapat memberikan dukungan teknisnya kepada Indonesia," katanya. Jadi, lanjut Dadi, permintaan dukungan teknis itu disesuaikan dengan kebutuhan nyata yang dihadapi Indonesia terutama TNI Angkatan Laut dalam mengamankan wilayah perairan Indoensia termasuk di Selat Malaka. Dalam forum informal tersebut, selain dibahas masalah keamanan Selat Malaka serta peranan strategis terahadap keamanan kawasan Asia Tenggara dan Asia Facifik, juga dibahas mengenai tindak lanjut pemulihan kerja sama keamanan Indonesia - AS pasca pencabutan embargo pertengahan November 2005. Beberapa hal yang berkaitan dengan pencabutan embargo adalah percepatan penarikan suku cadang pesawat tempur TNI AU yang masih ditahan di AS dan beberapa negara lain. Selain itu dibahas pula kemungkinan pembelian suku cadang alat utama sistim senjata atau alutsista melalui SMS dan FMF. Mini IUSSD merupakan pertemuan yang pertama kali dilakukan pasca pencabutan embargo menjelang pertemuan formal keempat IUSSD di Amerika Serikat pada akhir Mei 2006. Dalam kegiatan tersebut pihak Indonesia diketuai oleh Dirjen Strahan Mayjen Dadi Susanto dan dari Amerika Serikat diketuai oleh Kepala Deputi Asia Facific Departemen Pertahanan AS, Brigjen Allen.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006