Jakarta (ANTARA News) - Partai Demokrat menjanjikan tindak lanjut internal dari partai apabila Muhammad Nazaruddin mengabaikan pemanggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai tersangka.

Di Istana Negara, Jakarta, Kamis, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Syarif Hasan mengatakan Partai Demokrat pada prinsipnya tidak bisa memaksa Nazaruddin untuk segera pulang ke tanah air.

Namun, lanjut dia, Partai Demokrat bisa mengimbau mantan bendahara umumnya itu untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang telah dilakukan.

"Kita lihat nanti yang akan dilakukan pembicaraan Dewan Kehormatan. Kalau sudah ditetapkan tersangka karena tidak datang akan ada tindak lanjut dari partai," ujarnya.

Sementara itu anggota Dewan Kehormatan Partai Demokrat EE Mangindaan mengatakan Partai Demokrat sepenuhnya menyerahkan Nazaruddin kepada proses hukum.

Dewan Kehormatan, menurut dia, sampai saat ini belum mempersiapkan pencopotan Nazaruddin dari anggota DPR maupun dari keanggotaannya di Partai Demokrat.

Sedangkan mengenai kasus dugaan pemalsuan surat yang melibatkan Andi Nurpati, Mangindaan mengatakan Dewan Kehormatan masih membahas dan mengikuti perkembangan kasus tersebut.

Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis, secara resmi menetapkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games XXVI di Palembang.

"Setelah melakukan pendalaman berbagai bukti, kami langsung menaikkan status Nazaruddin sebagai tersangka. Hari ini (Kamis, 30/6) statusnya naik menjadi tersangka," kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas usai Milad ke-68 Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Menurut dia, saat ini KPK sedang berusaha untuk mendatangkan Nazaruddin ke Indonesia setelah sebelumnya dikabarkan pergi ke Singapura, terkait dengan dugaan suap kepada Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Wafid Muharam.

"Saat ini pimpinan KPK sedang merumuskan cara terbaik untuk mendatangkan Nazaruddin ke Indonesia. Namun, kami berharap ada langkah yang dilakukan presiden untuk bekerja sama dengan Singapura," katanya.

Ia mengatakan, KPK berharap ada "G to G" (government to government ) antara Indonesia dengan Singapura. "G to G" itu hubungannya antara presiden dengan presiden.(*)
(T.D013/B013)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011