Pekerja film dokumentasi perlu ditanamkan, agar mampu memunculkan energi, dibalik peristiwa yang mampu memberikan inspirasi, membuka wawasan dan menguatkan kesadaran, bukan sekedar menampilkan apa yang tampak dengan menjelaskan pengertian-pengertiann
Denpasar (ANTARA News) - Film berjudul "Lampion-Lampion" keluar sebagai juara pertama Festival Film Dokumenter Bali (FFDB) memeriahkan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-33 tahun 2011.

Film karya Dwitra Juli Ariana dari Banjar Jeruk Mancingan, Susut Kabupaten Bangli berhasil menyisihkan 35 film dengan peserta dari delapan provinsi di Indonesia, kata Kasi Perfilman dan Perizin pada Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Dauh di Denpasar, Senin.

Ia mengatakan atas prestasi tersebut Dwitra Juli berhak mendapat penghargaan dan uang sebesar Rp6 juta yang akan diserahkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika bersamaan dengan juara lainnya terkait pelaksanaan PKB pada acara penutupan, 9 Juli 2011.

Juara kedua diraih film berjudul "Opera Batak", karya Andi Hutagalung dari Medan, Sumatra Utara berhak atas hadiah sebesar Rp5 juta, juara III film berjudul "Seni budaya antara harapan dan realita" karya Putu Widana Yuniawahari dari Kabupaten Klungkung dan meraih hadiah Rp4 juta.

Sementara juara harapan film berjudul "Budaya tari baris Jangkang" karya SMKN I Mas Ubud, Kabupaten Gianyar dan mendapat hadiah sebesar Rp3 juta dan piagam penghargaan dari Pemprov Bali.

FFDB kali ini diikuti 36 peserta dari delapan provinsi di Indonesia yang meliputi Peserta dari delapan provinsi meliputi Aceh, Sumatra Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jakarta dan tuan rumah Bali.

Tim juri terdiri atas Dr Lawrence Blair, penulis dan produser film asal Inggris (juri internasional), Slamet Rahardjo Djarot, Hadiartomo (juri nasional) serta, Rio Helmi dan Prof Doktor I Wayan Dibia (juri lokal Bali)

Lawrence Blair menilai, dari segi mutu dan jumlah peserta FFDB memeriahkan PKB ke-33 tahun 2011 mengalami perkembangan pesat dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Meskipun demikian perlu ditanamkan lebih dalam lagi mengenai apa itu film dokumenter, dan film dokumentasi, mengingat belum semua peserta paham tentang hal itu.

Ia menjelaskan, dari penilaian tim juri belum semua peserta paham tentang apa beda antara film dokumenter dan film dokumentasi, sehingga kondisi itu mempengaruhi cara pandang, gaya presentasi dan pola "editing"

Beberapa karya yang mengambil pola pemaparan yang terlalu banyak bercerita secara verbal. Padahal dalam media audio visual paparan akan sangat kuat, jika sang pembuatnya menunjukkan dengan gambar-gambar yang tepat.

Oleh sebab itu perlu ditanamkan lebih dalam lagi kepada pekerja film dokumentasi, agar mampu memunculkan energi, dibalik peristiwa yang mampu memberikan inspirasi, membuka wawasan dan menguatkan kesadaran, bukan sekedar menampilkan apa yang tampak dengan menjelaskan pengertian-pengertiannya, ujar Lawrence Blair.

(Z003)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011