Kami menjual sapi-sapi kami untuk membangun rumah, karena kalau tidak begitu, kami tak punya harta apapun yang bisa digunakan untuk mendirikan tempat tinggal.
Klaten (ANTARA News) - Sejumlah warga lereng Gunung Merapi di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, nekat membangun rumah permanen di zona bahaya bekas terdampak letusan Merapi 2010, dan diperkirakan akan berdiri dalam waktu seminggu kedepan.

Nurdianto, warga Dusun Sukorejo, Desa Balerante yang sedang membangun rumah permanen di atas lahan bekas rumahnya yang hancur mengatakan, langkah ini dilakukannya bersama warga lain lantaran hingga kini kejelasan nasib mereka selanjutnya belum juga terjawab, karena masih menunggu keputusan pemerintah pusat terkait jadi tidaknya langkah relokasi untuk mereka.

"Sudah ada sedikitnya 10 kepala keluarga yang membangun kembali rumah mereka dengan bahan permanen di atas rumah yang hancur terkena material vulkanik saat letusan terjadi. Kami sudah sembilan bulan hidup dalam ketidakpastian dan rasanya tidak tenang. Jadi kami terpaksa membangun rumah kami kembali agar bisa menata hidup," ungkapnya.

Rumah yang sedang dibangun warga setempat itu rata-rata merupakan rumah sederhana berukuran 81 meter persegi, dengan bahan material kualitas seadanya karena dana yang mereka miliki sangat terbatas. Setelah harta benda hilang saat letusan terjadi, warga tak punya apa-apa lagi kecuali hewan ternak berupa sapi yang merupakan penggantian dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

"Kami menjual sapi-sapi kami untuk membangun rumah, karena kalau tidak begitu, kami tak punya harta apapun yang bisa digunakan untuk mendirikan tempat tinggal," imbuh Nurdianto.

Beruntung, warga mendapat bantuan beberapa jenis material berupa genteng, sedangkan untuk bahan material lain seperti kayu, mereka mengambil dari kebun sendiri, dan untuk bahan lain seperti semen, batako, dan besi, dibeli dari hasil penjualan sapi. Mereka juga menggarap rumah mereka sendiri tanpa bantuan tukang, karena tak ada dana untuk membayar pekerja bangunan.

Selain Nurdianto, ada juga Daryono, warga Dukuh Ngipiksari, dan Wirayat, warga Dukuh Sukorejo, yang rumahnya bahkan sudah berdiri di atas zona bahaya karena masuk dalam kawasan rawan bencana (KRB) III.

Daryono mengaku terpaksa membangun rumah permanen di lahan mereka karena bosan tinggal di hunian sementara yang disediakan untuk korban Merapi. "Saya lebih baik tinggal di rumah sendiri walaupun berada di kawasan bahaya, karena tinggal di rumah sendiri lebih tenang. Apalagi, pemerintah juga belum jelas memutuskan nasib kami, apakah akan direlokasi atau tidak," katanya.


Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011