Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat Kamis memuji kesepakatan perdamaian antara pemerintah Sudan dan kelompok pemberontak Darfur dan mendesak fraksi-fraksi lain yang mengkritisi kesepakatan untuk datang ke perundingan.

Amerika Serikat menyuarakan rasa terima kasih kepada Qatar, yang menengahi perjanjian antara Presiden Sudan Omar al-Bashir dan Gerakan Pembebasan dan Keadilan yang menandatangani persetujuan itu di hadapan empat pemimpin Afrika.

"Kesepakatan ini merupakan langkah maju yang positif di jalan menuju solusi langgeng untuk krisis di Darfur," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Mark Toner dalam sebuah pernyataan.

"Kami akan terus menekan gerakan-gerakan bersenjata yang menolak untuk berpartisipasi dalam negosiasi perdamaian - terutama faksi-faksi Tentara Pembebasan Sudan Nur Abdelwahid dan Minni Minnawi - untuk terlibat penuh dalam proses perdamaian," katanya.

Kelompok bersenjata besar lainnya, Gerakan Keadilan dan Kesetaraan, mengkritik kesepakatan sebagai gagal untuk memecahkan masalah Darfur dan mengatakan itu hanya menawarkan pekerjaan untuk orang-orang yang menandatanganinya.

Toner juga mendesak Sudan untuk "menegaskan keterbukaan" guna negosiasi lebih lanjut mengenai perdamaian yang menyeluruh di Darfur.

Setidaknya 300.000 orang tewas di Darfur dan 1,8 juta orang meninggalkan rumah mereka sejak konflik pecah pada 2003 antara pemberontak non Arab dan rezim Khartoum yang didominasi Arab, menurut PBB.

Pemerintah menyebutkan korban tewas 10.000 orang.

Pemerintah Sudan dan pemberontak Darfur, Gerakan Pembebasan dan Keadilan, pada Kamis akhirnya menandatangani sebuah perjanjian perdamaian di Doha, ibu kota Qatar, tanpa dihadiri kelompok-kelompok pemberontak utama.

Presiden Sudan Omar al-Bashir dan para pemimpin Chad, Ethiopia, Burkina Faso, Eritrea dan Qatar menyaksikan penandatanganan Dokumen Doha bagi Perdamaian di Darfur itu.

Perjanjian itu dicapai setelah perundingan yang disponsori oleh Uni Afrika, PBB dan Liga Arab.

Gerakan Pembebasan dan Keadilan adalah aliansi dari sejumlah kelompok sempalan pemberontak.

Bashir memuji "mitra-mitra dalam perjanjian perdamaian itu, Gerakan Pembebasan dan Keadilan" dan meminta mereka "mendukung pengembangan upaya, serta bergerak cepat dari bantuan ke pembangunan kembali dan kemajuan".

Namun, ia juga mengecam "upaya-upaya yang sebaliknya berusaha memperdalam krisis dan... memiliki agenda khusus".

Pemimpin Gerakan Pembebasan dan Keadilan Al-Tijani al-Sisi mengatakan pada acara penandatanganan itu, "Kita telah menyelesaikan apa yang kita perlukan... yang diperlukan rakyat kita di Darfur", namun ia menambahkan bahwa pelaksanaan perjanjian di lapangan merupakan tantangan.

Kelompok-kelompok bersenjata utama di Darfur -- Gerakan Keadilan dan Kesetaraan Hak (JEM), dan kelompok-kelompok Tentara Pembebasan Sudan yang dipimpin oleh Minni Minnawi dan Abdelwahid Nur -- tidak hadir dan tidak menandatangani perjanjian tersebut.

"Ini bukan perjanjian perdamaian. Ini hanya perjanjian `pekerjaan`, yang menawarkan posisi diplomatik bagi mereka yang mendatanganinya, dan tidak mengatasi permasalahan nyata di Darfur," kata juru bicara JEM Gibril Adam kepada AFP setelah penandatanganan tersebut.

Adam mengatakan, masalah mendasar pelanggaran hak asasi manusia, pembagian kekuasaan dan kekayaan, pertanggungjawaban kriminal serta pembayaran ganti rugi bagi orang yang kehilangan tempat tinggal tidak ditangani secara benar. (AK/S008/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011