Jakarta (ANTARA News) - Pemilik Grup Bakrie, Nirwan D Bakrie, menegaskan pihaknya tidak lagi meminati tujuh persen saham yang merupakan tahapan akhir proses divestasi PT Newmont Nusa Tenggara.

"Grup kami sudah tidak lagi terlibat dalam divestasi tujuh persen saham Newmont," ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.

Meski demikian, Nirwan yang tengah berada di salah satu negara Eropa mengingatkan bahwa pihak nasional atau Merah-Putih mesti mengendalikan manajemen Newmont agar sesuai semangat divestasi yang dijabarkan dalam kontrak karya perusahaan tambang tersebut.

"Dasar hukum pengendalian Newmont ini adalah Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan semua kekayaan alam harus dikuasai dan dikelola negara. Inilah `spirit` dari divestasi NNT," katanya.

Menurut dia, pihak Indonesia sesuai kontrak karya adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta nasional.

Nirwan mengatakan, sesuai semangat UUD, kontrak karya NNT harus diartikan sebagai pengalihan saham dan sekaligus kendali manajemen Newmont atas kekayaan alam Indonesia di bawah bendera Merah-Putih.

Jadi, lanjutnya, pemegang saham asing NNT bukan hanya melepas saham, tapi juga aspek pengendaliannya.

"Jangan sampai saham dilepas, tapi hak pengendaliannya tetap di tangan asing," ujarnya.

Ia menambahkan, menjadi sia-sia kalau secara kepemilikan saham, pihak nasional menjadi mayoritas, tapi secara hak suara tetap di bawah kendali pemegang saham asing.

"Porsi Merah-Putih atas kepemilikan saham semakin besar dan terkonsolidasi maka semakin bagus untuk Indonesia. Tapi harus disertai dengan pengalihan hak suara. Karena hak suara yang semakin terkonsolidasi juga untuk mengutamakan kepentingan daerah dan NKRI," ujarnya.

Menurut Nirwan, hak suara yang lebih terkonsolidasi bisa digunakan untuk memutuskan hal-hal yang strategis seperti meningkatkan produksi, mengatur alokasi "community development", dan memutuskan aksi-aksi korporasi untuk peningkatan nilai dan kinerja perusahaan.

"Sehingga, pajak yang diterima pemerintah pusat juga lebih tinggi lagi," katanya.

Sebaliknya, tambah Nirwan, jika pemerintah pusat ingin memiliki sendiri tujuh persen saham Newmont, memang akan mendapatkan dividen yang cukup lumayan, tapi tetap tidak bisa mengendalikan jalannya perusahaan.

Menurut dia, jika memiliki 10 persen saham, maka baru berhak menempatkan komisaris dan hanya dengan memiliki 20 persen saham, maka berhak menempatkan direksi.

Ia juga mengatakan, pemerintah pusat melalui Menkeu memang tidak salah kalau ingin memiliki tujuh persen saham NNT.

Tapi, sebaiknya bergabung di dalam satu perusahaan dengan daerah yang memiliki 24 persen saham, dan PT Pukuafu Indah dengan 20 persen saham, sehingga penguasaan saham menjadi mayoritas yakni 51 persen dan bisa langsung menjadi pengendali perusahaan sesuai semangat divestasi.

Ketua Presidium Masyarakat Pertambangan Indonesia Herman Afif Kusumo juga mengatakan, filosofi divestasi adalah Merah-Putih tidak hanya menguasai 51 persen saham, tapi juga sekaligus mengendalikan manajemen Newmont.

Menurut dia, pemerintah mesti memberi sanksi atas pengendalian pemegang saham asing NNT atas PT Inti Masbaga Investama.

"Bahkan, kalau memang terus melakukan pelanggaran, sampai pada sanksi berupa pemutusan kontrak," ujarnya.

Masbaga menguasai 2,2 persen saham asing NNT setelah membelinya dari PT Pukuafu Indah.

Penguasaan pemegang saham asing NNT atas 2,2 persen saham Masbaga menjadikan pemegang saham asing akan tetap mengendalikan Newmont karena menguasai 51,2 persen saham setelah proses divestasi berakhir.

Herman juga menggarisbawahi pernyataan Nirwan soal ketidakterlibatan Grup Bakrie dalam urusan tujuh persen saham Newmont.

Pernyataan itu, lanjutnya, menjadi penting mengingat proses divestasi tujuh persen saham itu selalu dikaitkan dengan kepentingan Bakrie.

"Pernyataan itu menepis tudingan adanya kepentingan Bakrie dalam proses divestasi," katanya.
(K007)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011