Bima, NTB (ANTARA News) - Ustadz Abrori, pimpinan pondok pesantren Khilafiah Umar bin Khattab di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, ditemukan polisi karena menyerahkan diri dan bukan ditangkap.

Menurut ayah kandung Abrori, Ustadz Aly Ghani Al Mahyubi, anak keempatnya dari tujuh bersaudara itu menyerahkan diri pada hari kelima setelah ledakan bom di pondok pesantren Khilafiah Umar bin Khattab yang menewaskan pengurus pesantren, Ustadz Firdaus.

"Kapolda NTB sendiri yang menjemput di rumah ini, atas inisiatif kami pihak keluarga. Sejak kecil saya selalu mengajari anak saya bersikap tanggung jawab," kata Aly Ghani di rumahnya di Dusun Bada Desa Kenanga No 10 RT 06 RW 03, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Sabtu.

Ia mengatakan, Kamis (14/7) lalu, pihaknya menghubungi Kapolda Brigjen Arief Wahyunadi untuk menyerahkan anaknya itu dengan beberapa catatan. Diantaranya, penjemputan tidak perlu menggunakan mobil Barracuda, tidak membawa Brimob maupun Densus 88 dan tim penjemputan tidak berseragam polisi.

Permintaan keluarga itu diiyakan Kapolda. Bahkan, menurutnya Kapolda sendiri yang menjemput di kediamannya.

"Saat Abrori datamg ke rumah ini Kamis lalu, saya perintahkan dia untuk tidak ke mana-mana. Negosiasi dengan polisi terus kami lakukan," katanya.

Bahkan, dia meminta Abrori dibawa melalui jalan darat, bukan melalui jalur udara seperti yang diberitakan. Pihak keluarga pasrah dengan hukuman yang diberikan kepada anaknya, pihaknya telah berkoordinasi dengan Tim Pembela Muslim (TPM).

Uastadz Aly juga membatah jika Abrori merupakan laskar didikan Mindanao, Filipina, seperti keterangan polisi. Sejak tamat di SMA 3 Mataram, Abrori menimba ilmu di ponpes Al-Mutaqin Jepara, Jawa Tengah selama 3 tahun.

Setelah tamat dari pesantren, pada tahun 2002, saat kerusuhan Ambon terjadi, Abrori sempat ke daerah itu selama 1 tahun.

Dimata teman sekolahnya, Abrori juga dikenal cerdas dan pintar. Setiap mata pelajaran selalu mendapat nilai tertinggi. Arifin alias Hape, teman sekolah Abrori saat SD hingga SMP, mengaku kaget jika Abrori dituding terlibat aksi tindak pidana terorisme.

"Dia (Abrori), dalam bergaul di kampung sini selalu supel. Sering dia menjadi khotib dan tidak pernah mengajak berjihat, makanya kami semua kaget," katanya.

Sementara di lokasi Pondok Pesantren Umar bin Khattab situasi terlihat lengang. Tidak ada akstivitas para santri di bangunan yang mempunyai luas kurang lebih 50 are itu.

Warga di sekitar lokasi juga mulai bisa menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Tidak ada penjagaan oleh aparat kepolisian, baik dari Polres Bima maupun dari Brimob Polda NTB.

Warga juga tidak lagi menjalankan pam swakarsa dan lebih memilih diam dalam memjawab pertanyaan para awak media.

"Takut salah ngomong, nanti jadi masalah baru," kata Subhan, warga sekitar pondok pesantren itu.

(ANTARA/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011