Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan persiapan manajemen risiko menuju penyelenggaraan Pemilu 2024, terutama terkait penularan virus COVID-19 perlu dilakukan sejak sekarang.

“Yang tidak kalah penting untuk dilakukan sejak sekarang adalah menyiapkan manajemen risikonya. Kita tidak tahu pandemi COVID-19 nantinya akan membaik atau tidak,” ujar Ninis, sapaan akrab Khoirunnisa Nur Agustyati.

Baca juga: Perludem nilai 4 perempuan calon anggota KPU RI mumpuni

Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam diskusi virtual bertajuk “Kesiapan Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024” yang disiarkan langsung di kanal YouTube PUSaKO FHUA, dipantau dari Jakarta, Rabu.

Ninis menekankan bahwa ketiadaan perubahan Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada sepatutnya disikapi para penyelenggara pemilu dengan mempersiapkan berbagai tahapan Pemilu 2024 sesegera mungkin.

Menurutnya, hal itu bisa dilakukan segera karena pihak penyelenggara pemilu, seperti KPU tidak perlu beradaptasi dengan regulasi yang baru.

Baca juga: Perludem: Penyelenggara Pemilu 2024 harus kompatibel

“Salah satu insentif dari tidak diubahnya Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada adalah kita sudah bisa mempersiapkan penyelenggaraan Pemilu 2024 sejak sekarang. Tidak harus menunggu bulan Juni nanti. Jadi nanti, anggota KPU yang baru bisa langsung bekerja,” jelas dia.

Ninis memandang diperlukan inovasi-inovasi dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Contohnya, penyederhanaan surat suara dan penggunaan teknologi informasi oleh KPU.

Meskipun begitu, kata dia, diperlukan pula penyamaan persepsi atau pemahaman antarpemangku kepentingan, seperti partai politik, pemerintah, DPR RI, bahkan sesama penyelenggara pemilu terkait inovasi yang dihadirkan tersebut.

Baca juga: Perludem dorong DPR pastikan keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu

Dengan demikian, paparnya, benturan yang muncul akibat penolakan terhadap inovasi pemilu dari pemangku kepentingan yang lain tidak menyebabkan inovasi tersebut dibatalkan.

“Misalnya, ketika KPU membuat sebuah inovasi, lalu ada pihak yang merasa tidak senang dengan inovasi ini dan digugat, khawatirnya itu bisa dibatalkan, seperti terkait penggunaan teknologi informasi, kita tahu Undang-Undang Pemilu tidak membicarakan hal tersebut sehingga itu merupakan inovasi dari KPU dan bisa berkemungkinan digugat pihak lain,” ujar Ninis.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022