Jakarta, 26/1 (ANTARA) - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Rusadi Kantaprawira yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi terkait pelaksanaan pemilu 2004 mencabut sejumlah keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). "Yang mulia saya mencabut keterangan nomor 43 di BAP karena saat itu saya tidak memiliki Keppres nomor 80 tahun 2003 sehingga saat itu saya agak bias, dan sekarang sudah ada jadi saya cabut," kata Rusadi saat diperiksa keterangannya dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Kamis. Dalam keterangan nomor 43 di BAP yang dibuat saat ia masih diperiksa oleh penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rusadi menyatakan bahwa ada tahapan pengadaan tinta pemilu yang tidak dilaksanakan dan itu tidak sesuai dengan proses pengadaan barang dan jasa seperti yang tercantum dalam Keppres nomor 80 tahun 2003. "Namun kemudian setelah saya lihat di Keppres, ternyata menurut saya semua proses yang tercantum di Keppres itu dilaksanakan oleh panitia," kata Rusadi. Selain mencabut keterangan nomor 43, Rusadi juga mencabut keterangan nomor 56, 57 dan 58 di BAP yang salah satunya menyangkut penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang dilakukan tidak oleh rapat Pleno anggota KPU. "Yang mulia HPS tetap ditentukan sepengetahuan rapat pleno KPU," katanya. Dalam persidangan yang dimulai pada pukul 13.00 WIB dan berakhir pada pukul 18.00 WIB tersebut, Rusadi juga menyatakan bahwa penyamaan harga tinta lokal dan tinta impor merupakan keputusan rapat pleno KPU karena sesuai dengan isi putusan, kualitas antara tinta impor dan lokal harus sama. Ia juga menjelaskan bahwa keputusan pengadaan tinta impor dilakukan mulai Januari 2004, sedangkan keputusan harus adanya tinta lokal dikeluarkan pada 17 Februari 2004. "Oleh karena itu, tentunya waktu sangat sempit," tambah Rusadi. Ketika majelis hakim menyinggung tentang penunjukkan salah satu perusahaan menjadi pemenang tender padahal perusahaan itu belum memiliki angka pengenal impor (API), Rusadi menyatakan bahwa hal itu lebih dilihat dari latar belakang perusahaan. "Sebab ada perusahaan yang ikut serta tender dan katanya omzet ratusan miliar tetapi setelah diperiksa ke Ditjen Pajak, malah nol angka pembayaran pajaknya. Jadi kami lihat juga kenyataan yang sebenarnya," tutur Rusadi. Rusadi menyatakan bahwa anggaran untuk pengadaan tinta pemilu 2004 mencapai Rp42 miliar, sementara nilai kontrak pengadaan tinta baik impor maupun lokal senilai Rp36 miliar. "Memang ada sisa, namun saya tidak tahu kemana karena memang anggaran itu tidak terpakai, mungkin di Sekjen yang mengetahui," kata Rusadi. Majelis hakim yang diketuai oleh Kresna Menon akan melanjutkan persidangan Kamis 2 Februari 2006 dengan agenda pembacaan tuntutan. JPU yang beranggotakan Yessi Esmiralda, Sarjono Turin, Suwarji, dan Dwi Aris Sudarto dalam surat dakwaannya, mendakwa Rusadi melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tinta pemilu hingga merugikan negara sebesar Rp4, 661 miliar. JPU pada dakwaan primer mengenakan pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Sementara pada dakwaan subsider JPU mengenakan pasal 3 jo pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal 20 tahun serta denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp1 miliar.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006