Jakarta (ANTARA News) - Siapa yang tak kenal barang-barang buatan China? Aneka produk dari negeri "Tirai Bambu" itu dalam beberapa tahun terakhir ini "membanjiri" pasar dunia, mulai dari mainan anak-anak hingga persenjataan berteknologi tinggi, bahkan pesawat terbang.

Bukan hanya itu. Sebagaimana diberitakan media massa belum lama berselang, China (Tiongkok) dalam waktu dekat siap mengekspor vaksin dengan motto "vaksin murah". Industri vaksin dunia memang semakin menggiurkan dan menarik negara-negara yang baru masuk, termasuk China.

Baru-baru ini, dalam acara Pacific Health Summit di Seattle, Amerika Serikat, delegasi China menyampaikan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) China telah mendapatkan prakualifikasi (pengakuan) dari Badan Keseharan Dunia (WHO) serta menyebutkan kesiapan industri vaksinnya untuk memasuki pasar global dalam tiga tahun mendatang.

Oleh karena itu dalam tiga tahun ke depan persaingan bisnis vaksin dunia akan mengalami perubahan, dan tentunya harus diantisipasi, khususnya oleh produsen vaksin PT Bio Farma (Persero) yang merupakan salah satu BUMN kebanggaan nasional.

Sejauh ini, terkait dengan vaksin yang diakui WHO, negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim mengeluhkan sulitnya mendapat pengakuan atau prakualifikasi dari WHO atas produk vaksin mereka.

Dari 23 negara penghasil vaksin yang mayoritas berpenduduk Muslim, baru Indonesia (dalam hal ini Bio Farma) yang mendapatkan berbagai sertifikat prakualifikasi untuk produk vaksin, yakni untuk vaksin Polio dan Campak serta vaksin Td.

WHO menetapkan, vaksin yang akan diproses untuk mendapatkan prakualifikasi harus memenuhi persyaratan badan regulasi nasional.

National Regulatory Authority (NRA) itu ada di masing-masing negara pembuat vaksin. Khusus untuk Indonesia, misalnya, perlu memenuhi persyaratan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Sementara itu pertemuan ke-64 World Health Assembly (Majelis Kesehatan Dunia) yang diselenggarakan WHO pada April 2011, antara lain menetapkan "Dekade vaksin untuk seluruh negara di dunia tahun 2011-2020". Arahan WHO itu semakin memperkuat arti pentingnya vaksin bagi kesehatan masyarakat internasional.

Arahan tersebut sangat strategis mengingat vaksinasi merupakan salah satu upaya penting dalam pembangunan kesehatan masyarakat, terutama dalam hal pencegahan infeksi dari berbagai penyakit khususnya pada balita seperti Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), pneumonia, dan campak.

Selain itu, vaksin merupakan salah satu instrumen penting dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), terutama goal (tujuan) yang ke-4, yakni menurunkan tingkat kematian balita hingga dua-pertiga dalam periode 1990-2015.

Dengan demikian, semakin jelas bahwa upaya yang berkelanjutan dalam pengembangan vaksin-vaksin baru atau improvement (perbaikan) dari vaksin yang sudah ada memang sangat diperlukan oleh penduduk dunia.

Strategi Kemitraan
Dalam Dekade Vaksin 2011-2020 antara lain juga disebutkan bahwa pelayanan imunisasi pada dekade ini adalah "Meningkatkan kesadaran pentingnya imunisasi sebagai hak asasi manusia serta pemerataan imunisasi untuk
seluruh masyarakat dari segala usia".

Dalam upaya mendukung arahan tersebut, Bio Farma bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan menyelenggarakan Simposium Riset Vaksin Nasional dengan tema "Harmonisasi Riset Vaksin Nasional dalam Menyongsong Dekade Vaksin tahun 2011-2020" pada 26 - 27 Juli 2011 di Jakarta.

Kepala Bagian Humas Bio Farma, Neneng Nurlaela baru-baru ini kepada ANTARA di Jakarta menjelaskan, simposium riset vaksin tersebut dilaksanakan sebagai langkah awal menuju Dekade Vaksin tahun 2011-2020 yang telah direkomendasikan WHO.

Simposium dalam rangkaian kegiatan peringatan hari ulang tahun (HUT) Bio Farma ke-121 itu juga diselenggarakan dalam kaitan dengan program Millenium Development Goal's (MDG's) bidang kesehatan.

Tujuannya adalah menjalin komunikasi antara akademisi, kalangan bisnis dan pemerintah serta membangun komitmen bersama dalam hal kemandirian riset vaksin nasional. Tujuan lain adalah membentuk forum riset vaksin nasional dan menyusun roadmap riset vaksin nasional.

Pembicara pada simposium itu antara lain Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi Litbangkes Kementrian Kesehatan Ondri Dwi Sampurno, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Dr Fasli Jalal, Anggota Komisi IX DPR Prof Dr Hj. A. Dinajani H Mahdi, dan Dirut Bio Farma Iskandar.

Selain itu juga diadakan Round Table Discussion yang membahas pengembangan riset vaksin khususnya yang dibutuhkan oleh Indonesia seperti Rotavirus, Tuberkulosis, Malaria, dan HIV serta kebijakan riset vaksin nasional dan regulasi plus pendanaannya.

Bio Farma yang pada 6 Agustus 2011 genap berusia 121 tahun dalam simposium riset vaksin nasional itu juga menandatangani tiga nota kesefahaman (MoU), masing-masing dengan Universitas Brawijaya Malang, Universitas Indonesia, dan Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani).

Pada akhir tahun depan Bio Farma juga akan melaunching produk baru, yakni vaksin pentavalent (vaksin yang memberikan kekebalan tubuh bagi bayi/anak) yang terdiri dari lima antigen (zat yang merangsang respon imun) sekaligus, yakni Difteri, Tetanus, Pertusis, Hepatitis B dan HIB.

Terkait dengan makin dibutuhkannya vaksin oleh masyarakat dunia serta meningkatnya persaingan industri vaksin sehubungan dengan kesiapan China mengekspor vaksin dengan harga murah, Dirut Bio Farma Iskandar baru-baru
ini kepada ANTARA di Jakarta menjelaskan bahwa pihaknya akan berupaya mengubah persaingan atau ancaman menjadi tantangan dan peluang.

Menurut Iskandar, salah satu upaya yang dipertimbangkan Bio Farma adalah strategi partnership (kemitraan) dengan industri vaksin China serta strategi efisiensi dan efektivitas dalam pembiayaan, sehingga Bio Farma akan tetap bersaing di pasar global, selain juga tetap mengkampanyekan "vaksin aman".
(ANT)

Pewarta: Aat Surya Safaat
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011