Jakarta (ANTARA News) - Puluhan orang yang tergabung dalam Serikat Petani Nasional (SPN) dalam aksinya di Jakarta, Kamis, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) agar melakukan pengusutan dugaan korupsi terkait pemberian kredit dari BPD  Kaltim kepada PT AUS.

Koordinator SPN Ahmad Fikri dalam aksinya di depan gedung Kejagung, mengatakan, salah satu dugaan praktik perbankan tak sehat adalah penyaluran kredit yang diduga bermasalah oleh BPD Kaltim ke PT AUS, sebuah perusahaan yang bergerak dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit dan pengolahan hasilnya di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim.

Menurut Ahmad, ada unsur perbuatan melawan hukum dalam pemberian kredit antara lain berupa dugaan "mark up" nilai kebutuhan pembangunan perkebunan kelapa sawit plasma di Kalimantan Timur sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktorat Jenderal Perkebunan Nomor 60/Kpts/RC.110/4/08 Tentang Satuan Biaya Maksimum Pembangunan Kebun Peserta Program Revitalisasi Perkebunan di Lahan Kering.

"Hal ini melanggar Pasal 22 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006 Tentang Pengembangan Perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan," katanya.

Selain itu, katanya, pihak yang diduga diperkaya dalam pemberian kredit ini adalah PT AUS yang mengelola dan menikmati dana kredit, sedangkan potensi dugaan kerugian keuangan negara dalam perkara ini adalah sekitar Rp 83 Milliar.

Ahmad Fikri menjelaskan, potensi kerugian keuangan negara dalam kasus ini terbagi dalam dua skenario, yaitu jika pembangunan perkebunan kelapa sawit plasma oleh PT AUS gagal maka negara diduga berpotensi menderita kerugian keuangan sebesar Rp 83 Milliar.

Dia menambahkan, jika saja pembangunan perkebunan plasma kelapa sawit oleh PT AUS berjalan lancar dan sesuai dengan jadwal yang telah dimuat tetap saja dana kredit dari Bank tersebut akan sulit dikembalikan secara utuh.

"Sebab secara matematis tidak mungkin hasil produksi perkebunan plasma kelapa swait yang hanya seluas 1.200 hektar bisa mencukupi untuk membayar kredit yang diduga sudah "dimark up" yakni sebesar Rp119 Milliar, dimana seharusnya kredit yang dikucurkan hanya sekitar Rp36 Miliar," katanya.

Ahmad Fikri mengatakan, SPN melaporkan kasus tersebut Nomor : 09/B/SPNI/VII/2011 tertanggal 28 Juli 2011 tentang Laporan Dugaan Korupsi Terkait Pemberian Kredit dari  BPD Kalimnatan Timur kepada PT Anugerah Urea Saksi.

Ahmad menambahkan, laporan SPN diterima oleh staf Kejaksaan Agung dan beberapa jaksa peyidik, dan staf Kejaksaan Agung berjanji pada SPN akan segera menindak lanjutinya dalam waktu seminggu dari saat waktu aksi saat ini.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011