Jakarta (ANTARA) - Tim ilmuwan China telah mencatatkan langkah signifikan dalam menemukan bagaimana otak manusia menyimpan dan memproses informasi yang berurutan, sebuah kemampuan alami dengan penerapan yang luas, mulai dari mengingat daftar hingga mempelajari langkah-langkah tarian baru.

Tim ilmuwan dari Akademi Ilmu Pengetahuan China, Universitas Peking, dan Shanghai Center for Brain Science and Brain-Inspired Technology, bersama sebuah tim kolaborator internasional, membuat penemuan mereka melalui eksperimen pada kera makaka, dengan temuan itu dipublikasikan di jurnal Science pada Jumat (11/2).

Tim penelitian tersebut melatih kera makaka, sebagai model primata nonmanusia, untuk mengingat urutan dari beberapa lokasi spasial dan menggunakan pencitraan kalsium dua foton in vivoguna merekam aktivitas saraf di bagian korteks prefrontal pada otak kera makaka.

Menurut artikel yang telah dipublikasikan tersebut, hewan-hewan itu diperlihatkan tiga titik secara berurutan, dan setelah jeda, mereka melakukan gerakan mata yang cepat (saccade) ke lokasi yang benar dengan urutan yang sesuai.

Hewan-hewan itu untuk sementara menyimpan informasi berurutan di dalam otak mereka selama jeda dan tim peneliti merekam aktivitas saraf mereka.

Tim peneliti berspekulasi bahwa otak menciptakan tiga "layar" virtual dalam saraf prefrontal, yang memungkinkan hewan-hewan itu mengingat titik mana yang muncul terlebih dulu dan mana yang muncul setelahnya. Lewat cara ini, informasi yang dihadirkan pada satu layar dapat disimpan sebagai tiga "layar" terpisah dalam otak.

Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa "layar" itu stabil dan dapat digunakan secara umum, serta didistribusikan di seluruh kelompok saraf besar yang saling tumpang tindih alih-alih pada saraf tunggal.

Ditambah, layar-layar itu diperkirakan berbagi struktur cincin, kendati diameter cincin itu cenderung mengerut saat jumlah urutan bertambah.

Tim ilmuwan tersebut mengemukakan bahwa ada pengurangan tingkat diskriminasi pada cincin-cincin yang berukuran lebih kecil, sehingga informasi yang muncul kemudian kurang diperhatikan. Ini menjelaskan mengapa memori seseorang menjadi semakin kurang diandalkan saat lebih banyak informasi ditambahkan, kata tim peneliti tersebut.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2022