KLHK meningkatkan pelayanan hutan berbasis digital secara terintegrasi mulai dari perencanaan produksi, peredaran, hingga ekspor hasil hutan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai peran Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) strategis dan diharapkan bisa menjadi mitra pemerintah untuk mencapai lima pilar pengelolaan hutan lestari.

Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto menuturkan lima pilar pengelolaan hutan lestari mencakup kepastian kawasan hutan, peningkatan produktivitas, optimalisasi lahan hutan, diversifikasi produk hasil hutan, dan peningkatan daya saing.

"Lima pilar ini menjadi pegangan kita dan harus bisa diimplementasikan dari hulu ke hilir," ujar Agus dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Untuk mendukung hal itu, KLHK meningkatkan pelayanan hutan berbasis digital secara terintegrasi mulai dari perencanaan produksi, peredaran, hingga ekspor hasil hutan. Proses pelayanan berbasis digital akan mempercepat proses layanan dan mengurangi potensi ekonomi biaya tinggi.

Agus juga menyatakan pelaku usaha didorong untuk melakukan rekonfigurasi dan menerapkan pola multiusaha kehutanan di areal perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) sesuai dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"PBPH berbasis multiusaha adalah inovasi penting pengelolaan hutan dari aspek produksi, legal, sosial, dan ekologi," katanya dalam Rapat Kerja APHI Tahun 2022, Kamis (10/2/2022) lalu.

Saat ini, telah ada 14 PBPH yang telah mengajukan proposal penerapan multiusaha kehutanan di antaranya 9 unit berupa PBPH hutan tanaman dan sisanya PBPH hutan alam.

Agus mengingatkan penerapan multiusaha bukan lagi penugasan, tapi menjadi kewajiban bagi PBPH.

Sementara itu, Ketua umum APHI Indroyono Soesilo menyatakan fasilitasi peningkatan kinerja PBPH menjadi salah satu dari tujuh program strategis yang akan dijalankan APHI.

Program strategis lainnya adalah percepatan implementasi Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), fasilitasi pemenuhan kewajiban anggota APHI dalam pengelolaan hutan, deregulasi pajak dan pungutan, penguatan pasar produk kayu dan olahan hasil hutan, penguatan kerja sama di bidang investasi, dan fasilitasi penyelesaian tumpang tindih PBPH dengan kegiatan nonkehutanan.

Menurut Indroyono, untuk pemasaran hasil hutan, APHI akan mencermati kebijakan perdagangan internasional termasuk soal kebijakan Uni Eropa (European Green Deal).

APHI bersama asosiasi kehutanan lingkup Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) juga akan bekerja sama dengan asosiasi kehutanan Inggris dan Uni Eropa untuk memperkuat FLEGT VPA, khususnya pasal yang mengatur tentang promosi produk kayu dengan lisensi FLEGT.

Kebijakan perdagangan lain yang perlu untuk dicermati adalah kebijakan larangan ekspor kayu mentah dari Rusia yang bisa menjadi peluang bagi produk kayu Indonesia, dan kelangkaan kontainer ekspor di Tanah Air.

Untuk penguatan investasi akan dilakukan kerja sama dengan asosiasi kehutanan Provinsi Shandong, Tiongkok, dan juga pengembangan energi biomassa hutan.

"Dengan mencermati isu-isu ini, kalangan pengusaha bisa melakukan perencanaan bisnis ke depan dengan lebih tepat sasaran," katanya.

Baca juga: KLHK sebut kinerja pemanfaatan hutan tumbuh positif meski pandemi
Baca juga: APHI terapkan bisnis kehutanan berbasis manajemen bentang alam
Baca juga: APHI siap dukung pencapaian target Net Sink FoLU

Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022