Tunis (ANTARA) - Presiden Tunisia Kais Saied memperkuat cengkeraman atas peradilan pada Minggu dengan sebuah dekrit yang memungkinkannya memberhentikan hakim atau memblokir promosi mereka.

Tindakan itu membantu mengonsolidasikan kekuasaannya setelah dia merebut otoritas eksekutif musim panas lalu dalam sebuah langkah yang disebut musuhnya sebagai kudeta.

Kais Saied membuat marah lawan-lawannya dan mengejutkan sekutu asing yang demokratis dengan pengumumannya minggu lalu bahwa dia membubarkan Dewan Kehakiman Tertinggi, sebuah badan yang menjamin independensi peradilan.

Saied, mantan pengacara konstitusi dan suami seorang hakim, menuduh dewan hakim itu bertindak untuk kepentingan politik dan telah membentuk pengganti sementara untuk mengawasi pekerjaan hakim ketika dia mempersiapkan perubahan yang lebih luas.

Peradilan dipandang sebagai blok institusional terakhir yang tersisa atas tindakan Saied setelah dia menangguhkan parlemen tahun lalu dan mengatakan dia bisa memerintah dengan dekrit.

Saied mengatakan tindakannya bersifat sementara dan diperlukan untuk menyelamatkan Tunisia dari elite korup dan mementingkan diri sendiri yang telah membiarkan ekonomi dan politiknya mandek selama bertahun-tahun dan membawa negara itu ke jurang kehancuran.

Beberapa anggota Dewan Kehakiman Tertinggi dan hakim lainnya berdemonstrasi minggu lalu dan menutup banyak pengadilan dengan pemogokan dua hari sebagai protes atas tindakan Saied terhadap peradilan.

Namun, Saied mengeluarkan dekrit baru pada Minggu pagi untuk membentuk dewan baru sementara, tanpa masa jabatan tetap, untuk mengawasi peradilan dan mengatakan hakim tidak berhak mogok.

Dekrit itu juga mengatakan Saied memiliki hak untuk menolak promosi atau pencalonan hakim mana pun dan bertanggung jawab untuk mengusulkan reformasi peradilan, yang secara efektif memberinya kekuasaan tunggal atas seluruh sistem peradilan.

Saied telah mengambil kendali mutlak atas otoritas eksekutif dan legislatif, dan para pengkritiknya menuduhnya mengupayakan kekuasaan diktator.

Dia mengatakan akan menjunjung tinggi hak dan kebebasan yang dimenangkan dalam revolusi 2011 yang membawa demokrasi dan bahwa dia akan memasukkan konstitusi baru ke dalam referendum musim panas ini, dengan pemilihan parlemen baru yang akan menyusul pada Desember.

Namun, saat Tunisia menghadapi krisis yang muncul secara cepat dalam keuangan publik, para donor Barat yang sebelumnya telah memberikan talangan telah menyuarakan keprihatinan mendalam pada langkah Saied dan mengatakan setiap proses politik harus inklusif.

Oposisi utama Ennahda, sebuah partai Islam moderat yang telah memainkan peran utama di sebagian besar pemerintahan sejak revolusi dan merupakan partai terbesar di parlemen yang ditangguhkan, telah menyerukan protes pada Minggu di Tunis.

Sumber:Reuters
Baca juga: Hakim Tunisia tolak pembubaran Dewan Kehakiman Tertinggi
Baca juga: Presiden Tunisia bubarkan Dewan Kehakiman Tertinggi

 

Penerjemah: Mulyo Sunyoto
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022